Pengikut

Sabtu, 12 Maret 2022

2. Kasih Sayang Guru Terhadap Anak Didiknya


Pagi ini langit begitu cerah, Seperti biasa, setelah menyiapkan keperluan anak bungsuku, Khansa, aku langsung menyiapkan perlengkapanku. Aktivitas pagi yang selalu aku lakukan secara terus menerus, dan kadang-kadang membuatku jemu, jika rasa lelah menyergapku.

Aku di rumah bersama Khansa  karena suamiku bekerja di luar kota dan kedua anakku kuliah di luar kota juga, sehingga segala sesuatunya dikerjakan sendiri. melelahkan memang, tapi mau bagaimana lagi, semua memiliki tugas masing-masing.

Kuantar Khansa ke sekolahnya, lalu langsung berangkat ke sekolahku yang jaraknya kurang lebih 30 Km. Sepanjang jalan yang kulalui, kiri kanannya terdapat hamparan sawah yang hijau ... indah sekali. Inilah kampungku dengan panorama yang menyejukkan hati dan membuat betah siapa saja yang mendiaminya. Pemandangan seperti ini merupakan obat lelahku dalam menikmati alur kehidupan takdirku.

Sesampai di sekolah, aku langsung setor muka ke kantor ruang guru dan lanjut masuk ke kelas. Hari ini adalah jadwal kelas dua belas. Ada materi yang ingin aku sampaikan, agar aku bisa tahu kondisi murid-muridku terutama kelas 12 jurusan IPS B yang kebetulan aku sebagai wali kelasnya. 

Kelas 12 B adalah kelas yang luar biasa solid. Dengan KM  yang kadang-kadang agak nyeleneh dan luar biasa. Tapi kekompakan mereka membuat aku  terkagum-kagum, apalagi jika kegiatannya makan-makan. Waah ... luar biasa. Mereka gakakan menolaknya. ha...ha....

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuhu, "sapaku saat membuka pintu

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuhu, selamat pagi bu, "jawab anak-anak di kelas.

"Pagi, Baik sebelum pembelajaran dimulai, silakan KM pimpin doa dulu, agar kegiatan ini berjalan dengan lancar dan mendapat keridhoan Illahi robby, "ucapku.

"Siap Bu, mari teman-teman kita mulai berdoa, "kata KM

Setelah selesai berdoa, seperti biasa, aku mengabsen mereka satu persatu. Setelah itu  mengingatkan mereka materi sebelumnya. Dan untuk pertemuan kali ini materinya tentang teks autobiografi.

Setiap anak diminta menuliskan autobiografi dibukunya masing-masing, hal-hal yang paling mengesankan dalam hidupnya, prestasinya dan keluarganya. Setelah selesai, kemudian dipanggil satu demi satu ke depan untuk membacakannya.

Macam-macam kisah mereka, ada yang menyebalkan, ada yang menyedihkan, ada yang memprihatinkan dan ada pula yang lucu. luar biasa. Kami semua kadang tertawa, kadang sedih, kadang kesal, semua rasa berkecamuk sesuai dengan cerita yang mereka kisahkan.

Hingga akhirnya giliran Husna yang bercerita. Dia menceritakan bagaimana bahagia hidupnya, karena dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya. Diapun berterimakasih pada  Allah, keluarganya, teman-temannya dan kepada aku yang selalu pulang bersamanya. Karena aku melewati jalur rumahnya, kadang aku suka mengajaknya sekalian naik motor.

Diakhir ceritanya dia meminta maaf jika selama ini banyak kesalahan dan kekhilafan. Dan kamipun menyambutnya dengan bahagia. 

Seperti biasa saat pulang sekolah aku ajak Husna naik motorku.

"Husna, ayo ikut Ibu, "ajakku.

"Iya bu, maaf yah bu merepotkan terus, "katanya. Sepanjang jalan kami ngerumpi banyak hal. Hingga tak terasa, sudah sampai di depan gang menuju rumahnya.

Sebelum turun dia berkata, "Ibu nanti hari sabtu kita botram yah di rumah Husna, "ajaknya.

"Inshaallah, semoga tidak ada halangan, "jawabku sambil tersenyum.

"Hati-hati ibu di jalannya, "kata Husna.

"Makasih sayang, kamu juga jaga diri baik-baik yah,  "ucapku.

Sabtupun tiba, hari ini aku ke sekolah membawa Khansa karena kalau sabtu dia libur sekolah. Aku ada jadwal di kelas 10.   Setelah pembelajaran selesai, aku mengajak beberapa guru serta  teman-teman sekelas Husna. Kami naik motor ke rumah Husna. Sesampai di sana ternyata sudah disiapkan segala sesuatunya sama Ibunya.

Kemudian kami berpencar,  ada yang memancing dan  ada pula yang mengambil lalab di kebun orangtua Husna. Pokoknya hari ini benar-benar menjajah kolam dan kebun orangtua Husna. Akupun ikut menangkap ikan. asyik sekali. Tak sengaja aku melihat buah nangka matang. Aku teriak, "Husna, ... Husna, ... ada nangka mateng, ibu mau dong, "pintaku sambil tertawa.

"Iya bu, tenang. Nanti suruh Solihin naik pohonnya bu, "jawab Husna.

"Solihin ambil nangka, " teriak Husna pada Solihin, teman sekelasnya.

Setelah semua siap dan ikanpun sudah digoreng, kamipun makan bersama. Enak sekali, aku sampai nambah ha...ha ... ha ...

Saat hendak pulang aku minta bibit buah naga, dan Husna memotongkannya 3 ruas. Saat mau pulang, pohon itu hampir ketinggalan, akan tetapi Husna menyusul aku yang sudah mau naik motor.

"Ibu, Ibu,... ini pohon naganya ketinggalan, "teriak Husna sambil berlari mengejarku dan menyerahkan pohon naga serta ikan dan nangka yang telah disiapkan orangtuanya.

Hari ini kenyang sekali, banyak cerita dan tawa yang kami lepaskan saat di sawah tadi. Luar biasa, baik sekali orangtua Husna menerimaku dan guru-guru lainnya serta teman-teman Husna.

Tak pernah kusangka, jika itu adalah kenangan terakhir melihat Husna berlari, tertawa dan bercanda, sebelum Hari Rabu minggu selanjutnya tiba. 

Saat itu aku sedang berada di sekolah satunya lagi. Kebetulan hari itu aku mengenakan pakaian olahraga lengkap, karena hari ini jadwal guru-guru senam. Setelah senam, kulihat gawaiku, ada panggilan hingga 10x panggilan dari kepala sekolahku. Ada apa gerangan, sampai-sampai kepala sekolahku memanggil 10x. Kutelepon ulang. Dan apa yang kudengar, membuat badanku, lemas sekali.

Husna kecelakaan, ada mobil yang mengangkut kayu dan kayunya jatuh menimpa pelipisnya. Saat itu Husna dan pamannya naik motor di belakang mobil kayu itu. Saat kayu mulai jatuh, pamannya sempat menangkisnya dangan tangan kanannya, hingga pamannya mengalami cedera patah tulang kanan. Namun sayang, kayu itu terus melesat dan menimpa pelipis Husna, hingga Husna terjengkang dan kepalanya terbentur aspal. Innalillahi wa innailaihi rojiun. Tak terasa air mataku menetes. Kusegera menjemput anakku kesekolahnya, dan mohon ijin, lalu ke RSUD Garut untuk melihat kondisi Husna. 

Sesampai di sana, ada bapak Husna, kepala sekolah, beberapa guru dan teman Husna. 

 "Apakah Husna muntah,  "tanyaku kepada yang ada di ruangan.

"Iya, cukup banyak, "kata kepala sekolah. 

Badanku lemas, berarti dia geger otak. Itulah yang aku tahu dan aku baca, jika seseorang terbentur kepalanya sampai muntah, berarti berbahaya dan geger otak. 

"Lalu bagaimana kata dokter, "tanyaku lagi.

"RSUD Garut tidak sanggup menanganinya, karena kurangnya peralatan di sini "jawab Bapak Husna.

"Yaudah, ayo Pak, kita tak usah buang-buang waktu, langsung ke Bandung, "kataku.

Kutitip anakku pada salah satu muridku di situ. Dan aku langsung menuju ruangan dokter mohon penjelasan petunjuk dan bantuan agar disegerakan. 

"Ijin dok, mohon informasinya, sebenarnya kondisi anak saya bagaimana, "tanyaku.

"Maaf bu, karena peralatan di RSUD tidak memungkinkan sebaiknya dibawa ke Bandung, akan tetapi terus terang saja, jika kondisi pasien sangat kritis dan butuh penanganan cepat, jikalau sampai terjadi sesuatu dijalan, yah kami juga mohon maaf, sekarang kita berdoa saja, semoga masih ada harapan, "kata dokter.

"Baik dok, mohon bantuan secepatnya untuk surat-surat dan ambulannya, "ucapku.sambil berpamitan.

Dan alhamdulillah, ambulanpun telah siap. Pasien dimasukkan ke ambulan ditemani satu suster dan bapaknya Husna. Aku dan anakku masuk mobil Avanza bersama guru-guru lain yang ikut serta sebanyak 7 orang.

Sepanjang jalan, Husna menggunakan alat bantu kehidung mulut dan kateter. Tadi dokter sempat bilang, ini hanya untuk menghilangkan rasa penasaran, karena beliau tahu, jika kecil kemungkinan bisa selamat.

Sampailah kami ke Bandung. Aku titipkan anakku di guru lain, karena aku yang membawa Husna ke ruang IGD. Orangtuanya tak kuat melihat anaknya seperti itu. Terpaksa aku yang menungguinya di dalam ruangan dan mengurus surat-surat lainnya. Aku tak pernah berpikir dia adalah anak orang lain, dan aku hanya sebagai wali kelasnya saja. Yang aku pikir hanya kasih sayangku pada murid-muridku sudah seperti ke anakku sendiri.

Saat magrib tiba, dokter memanggilku dan menceritakan jalan terbaiknya. Aku tidak bisa menyetujuinya begitu saja, karena ada keluarganya yang lebih berhak. Setelah perbincangan itu, akupun keluar IGD dan melaksanakan sholat maghrib sekaligus isya, karena lokasi mesjid yang cukup jauh. Setelah sholat aku kembali lagi ke depan ruang IGD, di sana keluarga Husna sudah berkumpul bersama guru-guru sambil mengobrol. Kemudian aku   ceritakan hal terbaik yang bisa diambil demi kebaikan husna.

Orangtua Husna hanya diam saja. Banyak luka yang beliau pendam. Namun tak terungkapkan. Ternyata Husna geger otak, ada pendarahan diotaknya dan harus dibuka tengkorak kepalanya.

Orangtua Husna akhirnya bicara setelah menelepon semua saudara-saudaranya, jika Husna takakan dibuka tengkorak kepalanya. Mereka pasrah. Jika memang Husna takbisa ditolong, mungkin itu yang terbaik.

Aku kembali menuju ruang IGD dan menghadap dokter, kemudia aku ceritakan keputusan keluarganya Husna. Dokterpun pasrah. Aku takbisa berkata apa-apa selain berdoa dan terus berusaha untuk memberi semangat mereke agar bisa tabah. Namun walaupun demikian, dokter meminta agar Husna dirawat dulu dan dilihat perkembangannya dalam beberapa hari ke depan.

Setelah keputusan itu, kami para guru pulang, sedangkan orangtua Husna kami tinggal bersama beberapa sanak saudaranya yang telah datang dan menemaninya.

Perjalanan kami pulang, penuh dengan kesedihan. Karena kami tahu jika Husna memiliki kesempatan tipis untuk bertahan. Alhamdulillah kamipun bisa sampai rumah dengan selamat pukul 02.00 WIB dinihari.

Beberapa hari kemudian, kami mendengar kabar, jika Husna dibawa pulang karena orangtua Husna merasa tidak ada perubahan saat Husna dirawat di RS Bandung. Aku sangat menyesal sebenarnya. Namun akupun takbisa berbuat apa-apa karena memang operasi itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan resiko keberhasilannyapun fifty fifty. Kalaupun berhasil, maka Husna bisa normal kembali dan kalaupun tidak, maka nyawa taruhannya.

Benar saja apa yang dokter katakan. 3 hari setelah Husna dibawa pulang, Husna menghembuskan nafas terakhirnya. Untungnya aku sempat menengoknya, saat Husna di rumah. 

Itulah kenangan terakhirku bersama, anak didikku Husna. tak kusangka, ajakannya makan-makan bersama di rumahnya adalah pertemuan terakhir kali, dan permohonan maafnya dipembelajaranku itu adalah permohonan terakhirnya sebelum meninggalkan kami.  Selamat jalan Husna, semoga kamu tenang di surganya, Amin yra. Dan pohon buah naga, hingga kini tumbuh subur dan berbuah lebat di depan rumahku, dan sudah kusebar kesemua teman yang berkunjung ke rumahku.

7 komentar:

  1. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Husna insya Allah syahid.

    BalasHapus
  2. Sedih, Semoga Allah mengampuni segala dosa Husna. Aamiin

    BalasHapus
  3. Innailiahi Wainnailaihi Rojiun, turut berduka Bu Lilis, semoga Husna mendapatkan tempat terbaik di syurganya allah. Aamiin

    BalasHapus
  4. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mudah2an Husna ditempatkan di tempat yang terbaik. Saya bisa merasakan ketulusan antara hubungan bu Lilis dan Husna. Betapa baiknya hubungan itu.

    BalasHapus

fiorentia viviane lesmana