Pengikut

Senin, 07 Maret 2022

AKU DAN SAHABATKU

 

SIMPANLAH LUKA PADA TEMPATNYA

 


Suara bel berbunyi  tanda pembelajaran telah usai. Anak-anak putih abu berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Panasnya matahari  tak menyurutkan langkah mereka  menuju halte penantian bus  dan angkot yang berada di luar sekolah, termasuk aku di dalamnya. 

“Yul, … Yulia ... mau kemana buru-buru  amat, “Tanya Sri.

“Aduh, maaf Sri hari ini jadwalku les Komputer jam 2. Sekarang aja udah setengah dua, takut ketinggalan, apalagi angkot kesanakan rebutan, “jawabku  berteriak sambil terus berlari.

 

Aku Yuliawati, anak SMK jurusan Bisnis manajemen yang cukup dikenal di sekolah karena aktif di berbagai  organisasi antara lain OSIS, Pramuka dan PMR. Namun,  dari ketiga ekschool itu, aku lebih focus ke pramuka karena menjabat sebagai ketua pramuka  di kabupaten Kuningan. Sekolahku diapit oleh dua sekolah yaitu SMAN 4 Kuningan dan SMKN Pertanian. Namun banyak anak-anak Mesin yang suka nongkrong ngecengin anak-anak Manajemen,  mungkin karena disini  lebih banyak ceweknya.

“Yulia……kemana,  “ Tanya teman-temanku

“Biasa, dah ada janji,  “jawabku sambil tersenyum genit.

 

Pemandangan seperti ini sudah biasa dilihat teman-temanku, karena memang walau banyak yang suka godain aku, aku cuex saja, karena aku bukan type cewek yang seneng menghabiskan waktuku untuk sekedar nongkrong dan kumpul dengan teman-teman. Kegiatanku padat, karena sebagai senior, kadang harus melatih junior-juniorku di sekolah, belum lagi di Kwarcab kadang ada rapat-rapat ke propinsi. Jadi bisa dibilang, aku siswa yang focus belajar dan aktivitas sekolah. Namun hari ini, jadwalku kursus komputer. Aku kursus 2x dalam seminggu yaitu Senin dan Rabu. Karena hari itu aku jarang ada kegiatan ekschool.

 

Sudah ada dua bulan, ada seorang anak mesin yang terus mengikutiku. Dia membawa motor. Berulangkali dia tawarkan diri untuk bisa mengantarkanku pulang atau ketempat kegiatanku. Namun aku selalu menolaknya dengan cara halus. Aku tidak mengenalnya, untuk apa. Tapi cowok itu ngotot banget, hingga suatu waktu dia mendekatiku.

“Assalamualaikum Yulia, nunggu angkot yah,”sapanya.

“Waalaikumsalam warohmatullahiwabarokatuhu, iya, ”jawabku datar sambil nengokin semoga ada angkot yang segera datang.

“kalau kamu takut  kesiangan, ayo aku antar ke tempat kursusnya,”katanya sambil menawarkan jasa.

“Aku heran, darimana dia tahu aku mau kursus hari ini. Apa mungkin dia hafal jadwal kegiatanku, ”gumamku dalam hati

 

Aku diam saja pura-pura tidak tahu.  Tak lama setelah itu angkot jurusan kotapun tiba. Aku bergegas memasuki angkot tersebut. Rasanya plong, bisa terlepas dari anak lelaki tersebut. Namun ,…semua di luar dugaanku, dia ternyata  mengikuti di belakangku dan ikut naik angkot.  Sedangkan  motornya dia serahkan ke temannya.

“Apa sih maunya anak ini,”gumamku dalam hati. Aku duduk dibelakang dekat kaca belakang. Kulihat keluar, dan tidak mempedulikannya. Ternyata dia duduk tepat di depanku saat penumpang di depanku turun.

 

“Yulia, kenapa kamu tak mempedulikan perhatianku,”tanyanya.

“Maaf A, saya tidak mengenal Aa, jadi saya tidak pernah mempedulikannya, maaf yah,”jawabku berusaha tenang, walau hati kecilku takut.

“Aku tidak percaya, aku yakin kamu tahu jika aku memperhatikanmu selama ini,”ucapnya lagi. Aku pura-pura tidak mendengarnya.

Aku berharap mobil bisa berjalan cepat, dan bisa segera  sampai ke tempat kursus. Rasanya sudah tidak nyaman  banget naik angkot ini

“Kiri Pak, “teriakku.  Angkotpun berhenti. Aku bergegas memasuki gerbang tempat kursusku. Ternyata dia ikutan turun. Aku tak peduli.

“Yul,…Yulia…aku menunggumu di sini, “teriaknya sambil duduk di kursi luar tempat kursus.

Aku bingung, ini anak maunya apa sih. Selama kursus  pikiranku kemana-mana.

“Yulia sudah selesai belum mengerjakan soalnya.” tanya Pak Hadi, pengajar Ms. Excel.

“I..i..iya pak, maaf yang mana yah pak?,”tanyaku gugup

“Kamu ini dari tadi bengong terus, mau kursus apa gak sih? Kalau gakbisa konsentrasi belajar, pulang aja sonoh,”ucapnya keras. Aku jadi takut melihat wajahnya. Terus  bagaimana dong sekarang. Aku  tanya Nuri, teman di sampingku, saat Pak Hadi keluar kelas.

“Nur, bantu aku dong, tadi apa tugas Pak Hadi, aku melamun, “ucapku memohon kepada Nuri. Alhamdulillah Nuri mau menjelaskan. Dan aku dengan segera menyelesaikan tugas dari Pak Hadi. Rasanya plong banget, akhirnya satu bebanku terpecahkan. Waktu telah menunjukkan pukul 15.45, sebentar lagi selesai juga materi hari ini. Aku ingin cepat pulang, dan sembunyi dari kejaran anak itu.

Setelah Pak Hadi memberikan PR,  kami kemudian berkemas dan membaca doa, lalu berhamburan keluar. Di luar dugaan. Laki-laki itu masih setia menungguku di luar. Aku pura-pura tak melihat dan mendekati Nuri.

“Nur, aku ikut pulang sama kamu yah, “pintaku.

“Tapi kan rumahmu jauh dariku?, “tanya Nuri heran. Nuri tidak mengerti apa yang terjadi pada Yulia.

“Gakpapa, nanti aku ceritakan deh, “pintaku. Nuri mengganggukkan kepalanya pertanda setuju, dia kemudian mengajak Yulia menaiki motornya.

“Yul, … Yulia, … aku bagaimana?, “teriak seorang lelaki yang berusaha berlari mengejar motor Nuri. Namun Yulia tak mempedulikannya. Di tengah perjalanan Nuri bertanya.

“Kamu ada apa dengan anak tadi? Dia ganteng lho, putih lagi, “kata Nuri sambil meledek.

“Gak ngurus, mau ganteng kek, mau apa kek, aku gak kenal dia kok, dia ngejar-ngejar terus setiap hari. Sana buat kamu, “jawab Yulia ketus.

“Ih kamu kok jadi judes begitu Yul, “tanya Nuri heran.

“Biarin aja, coba kamu pikir, pulang sekolah udah ditungguin, aku kursus dia tungguin, aku naik bus dia ikutin, padahal dia bawa motor lho, “curhat Yulia.

“Nah lho, dia bawa motorkan? Kenapa kamu gak manfaatin aja, kan ngirit ongkos, siapa tahu diajak makan juga ha…ha…., aji mumpung, “goda Nuri sambil tertawa terbahak-bahak.

“Gak lucu kamu ach Nur, orang bicara serius juga bukannya dikasih solusi, “kata Yulia ketus.

“Aku sudah kasih solusi, kamu yang gak ngerti. Padahal kamu kan gak termasuk anak idiot, tapi kok gak bisa memanfaatkan situasi yah, “jawab Nuri lagi sambil tertawa.

“Gak lucu, gak lucu,… dikiranya aku mau tertawa apa, udah aku turun di depan aja. Tuh ada angkot yang jurusan rumahku, “ucap Yulia.

“Oke dech, aku turunkan di depan yah, ingat … pikirkan solusiku tadi, siapatahu besok kamu berubah pikiran, dan aku bisa diajak traktir makan-makan, “ucap Nuri lagi menggoda.

“Gila kamu Nur, aku gakakan mendengar solusi edanmu itu… nonsense,  “timpal Yulia sambil melambaikan tangan memberhentikan angkot itu.

“Rasanya plong bisa terbebas dari kejaran anak itu, “gumamnya.

Angkot berhenti tepat di gang menuju rumah Yulia. Yulia bergegas menuju rumah, dan ingin segera rebahan karena rasa lelah yang tiada tara.

“Assalamualaikum bu, “ucap Yulia sesampainya di depan pintu. Tapi takada yang membalasnya. Yulia langsung melihat-lihat rumah, ternyata ibunya sedang menangis di kamar.

“Ibu kenapa? Sakit?, “Tanya Yulia.

“Tidak apa-apa, ibu gakenak badan aja, “jawab Ibu.

 

Tiba-tiba ada suara berisik di ruang tengah, bapak. Yah bapak, datang dengan kakaknya ibu, Uwa Andi. Bapak  mencak-mencak dan mengadukan kelakuan ibu ke Wa Andi, katanya ibu pencemburu dan lain-lain. Berisik sekali. Aku sampai malu sama tetangga yang mulai berdatangan ke rumahku, menanyakan apa yang terjadi. Pemandangan ini sering terjadi. Dan aku tahu jika bapak adalah lelaki yang senang bergaul dengan gadis-gadis di tempatnya bulutangkis atau ditempatnya kerja.  Tapi dia selalu ingin menang sendiri, dan takmau disalahkan. Keegoisannya telah mengalahkan tanggungjawabnya sebagai seorang suami dan seorang ayah dari anak-anaknya yang sekarang sudah mulai mengerti keadaan orangtuanya.

 

Setelah semuanya reda, aku langsung masuk ke kamar, mandi dan siap-siap magrib. Karena biasanya aku sholat dhuhur dan ashar kalau tidak di sekolah yah ditempat kursus.

Bapak pergi entah kemana, akupun takpeduli. Dan ibu masih termenung sendiri dengan mata yang sembab. Aku bingung harus berkata apa. Makanya aku lebih baik menyibukkan diri belajar di kamar.

 

Keesokan harinya seperti biasa aku berangkat sekolah. Karena elf jarang, terpaksa aku naik bus yang melewati sekolahku. Takpernah kusangka, laki-laki  itu ada di bus yang sama.

“Aiih ada tuan putri yang sombongnya selangit, “katanya saat aku menginjakkan kakiku ke bus itu. Aku pura-pura gak tahu siapa yang dia maksud. Aku langsung duduk di kursi yang dekat dengan jendela, disusul oleh anak sekolah lainnya.

 

“Heeey,…pada kenal sama Yulia gak? Diakan ketua pramuka kabupaten Kuningan yah, anaknya aktif banget yah, sama kayak bapaknya aktif juga godain gadis-gadis ha….ha….ha… dan tukang kawin,  “teriaknya sambil tertawa. Penumpang bus itupun ada yang diam saja dan ada yang tertawa mencibirku juga.

 

Aku seperti disambar petir disiang bolong. Aku tak menyangka jika dia akan setega itu padaku. Mengapa urusan keluargaku dia bawa-bawa. Aku terduduk diam, pura-pura tak mengerti. Untung sekolahku sudah di depan mata, aku segera turun tanpa memperhatikan mata-mata yang melihat dengan cibiran dan rasa kasihan.

Aku ingin  teriak sekencang-kencangnya meluapkan kekesalan dan dan rasa Maluku. Namun itu tidak mungkin. Kupendam saja.

“Semua ini gara-gara bapak, aku dibuli teman-temanku gara-gara kelakuan bapak, takakan aku maafkan jika kelakuannya begitu saja, “gumamku dalam hati.

Hari ini sepulang sekolah seharusnya melatih PMR, tapi aku ijin dengan alasan ada keperluan keluarga, jadi aku serahkan ketemenku.

Aku ingin segera pulang dan menangis sekenceng-kencengnya di bantalku. Saat sampai di halte sekolah, ada elf yang arahnya ke rumahku. Aku langsung naik saja, tidak tengok ke kiri dan ke kanan, seperti biasa, aku duduk dekat jendela, alasannya biar adem dan bisa melihat pemandangan alam. Tanpa aku sadari ada seorang laki-laki yang duduk di sampingku, dia anak mesin itu.

 

“Yulia, aku ingin kamu mengerti bagaimana tersiksanya hatiku karena sikapmu, “katanya.

Aku terperanjat. Kulihat kesamping tubuhku, Ya Tuhan, sejak kapan dia duduk di sampingku.

“Maaf A, saya tidak mengenal Aa, sayapun takpernah ada rasa apa-apa sama Aa, “kataku perlahan, takut kedengaran oleh yang lain.

“Jadi maksudmu menolak aku? Kenalkan aku Lili kelas 3 Mesin aku tinggal di Cilimus, orangtuaku komplit dan hidup bahagia, tidak seperti keluargamu yang bapaknya tukang kawin,  aku anak keempat, kakakku tiga dan sudah menikah semua, saat ini aku sangat jatuh cinta sama kamu, apa lagi yang ingin kamu tahu?,  “teriaknya dengan kencang.

“Ya Allah, nih anak gila apa yah?, “gumamku.

 

Aku diam saja, ingin rasanya cepat sampai ke rumah. Dan tidur dengan nyenyak kemudian bangun dan sadar jika semua kejadian hari ini adalah mimpi buruk di siang bolong. Untungnya mobil elf sudah sampai depan gang rumahku. Aku segera turun, kembali lagi tatapan sinis orang-orang memandangku. Dalam hatiku, mengapa bapakku yang jahat, tapi aku yang dihukumnya.

Sesampai di rumah aku langsung lari dan menuju ke ibuku, tapi aku ragu-ragu untuk menjelaskannya. Ibuku heran biasanya saat makan, aku bercerita sambil tertawa,

 

“Ada apa Yul, “Tanya Ibu.

“Gakada apa-apa bu, jangan khawatir, “jawabku menghibur.

“Ibu tahu kamu pasti ada masalah, biasanya hari ini kamu pulang sore, “Tanya ibu lagi.

“Lagi gak enak badan bu, “Jawan Yulia.

“Kalau kamu saying sama ibu, ceritakanlah, derita kita adalah derita bersama, bahagia kita adalah bahagia bersama pula, “kata ibu lagi.

Aku ceritakan semua kejadian yang selama ini membuatku tidak nyaman, hingga kejadian hari ini. Ibu diam seribu basa. Dia tidak bisa memberikan solusi apapun. Akupun berpamitan pergi ke kamar, mau sholat dan istirahat.

 

Keesokan harinya, Yulia sekolah seperti biasa. Namun sebelum naik elf dia tengak tengok dulu, saat terlihat aman, dia langsung duduk dikursinya. Alhamdulillah perjalananpun aman dan tanpa gangguan laki-laki yang bernama Lili itu.

 Begitupun saat pulang sekolah. Yulia senang sekali. Saat hendak ke tempat kursuspun dia aman. “Semoga saja anak laki-laki itu sudah insyaf, “gumam Yulia dalam hati.

Sepulang kursus, Yulia tidak kemana-mana dulu. Karena lelah, ingin cepat pulang. Sesampainya di rumah kok banyak tamu. Yulia heran, Pikirannya kacau, takut ayah dan ibuku berantem lagi. Tapi ternyata, ada tamu yang sama sekali tak dikenal, bukan saudara apalagi tetangga.

“Assalamualaikum, “ucap Yulia

“Waalaikumsalam. Ini Yulia yah? Kenalkan saya paman dan bibinya Lili dan ini adalah kakak-kakaknya Lili, “ucap seorang ibu.

“Lili mana? Mau apa?, “tanyaku polos. Pikiranku sudah kemana-mana, masa Lili mau melamarku, iih amit-amit. Kenal juga enggak. Terus ngapain keluarganya datang rame-rame kayak mau melamar aja, “gumamku dalam hati.

“Duduklah nak. Ibu mau bercerita. Sebelumnya ibu mohon maaf atas nama Lili karena selama ini dia sering mengganggumu. Namun semua itu semata-mata karena Lili sangat mencintai kamu, “kata Ibu itu.

“Ehm… maaf bu, saya kenal juga enggak sama Lili tuh. Dia sering isengin saya aja, jadi maaf, saya tidak bisa menerima Lili, “jawabku ngelantur. Lho kok aku jawab begitu. Emang keluarganya melamarku apa.

“Yul, ini permintaan orangtua Lili, mohon dengan sangat, terima Lili walau hanya sandiwara saja, sampai dia sembuh saja, “katanya lagi.

“Maksudnya gimana?, sembuh bagaimana?, “tanyaku penasaran. Karena setahuku Lili adalah laki-laki yang kuat dan kekar, saat terakhir bertemupun dia masih isengin aku.

“Sebenarnya Lili kecelakaan, saat membawa motor, dia nyalip bus dan tersenggol, motornya ringsek dan Lili kakinya patah, harus operasi dan pasang pen, “kata pamannya Lili.

Aku bengong tak mengerti, terus tugas aku apa? Kan kalau operasi adalah tugas dokter bagian tulang.

“Yulia, Lili mau dioperasi jika kamu menungguinnya di sana, “kata kakak perempuan Lili.

“Hah, … saya harus menunggunya di sana?, “kataku kaget sambil memandang ibuku.

“Yulia, bantulah, kasihan keluarganya. Kalau Lili tidak operasi, maka selamanya dia takakan mau pasang pen, dan cacat, “kata ibuku.

“Ya Allah, luka hatiku belum sembuh, kini aku harus bersandiwara menerima dia dan menemaninya saat operasi, mengapa nasibku harus seperti ini, “gumamku dalam hati.

 

Keluarga Lili, memohon terus, hingga akhirnya aku luluh. Dan mereka pulang. Aku tak mengerti, mengapa aku harus mengalami semua ini, menjadi orang yang harus selalu mengalah demi kebahagiaan orang lain. Setelah keluarga Lili pulang, kemudian ibu bercerita yang intinya, kita takakan rugi membantu orang jika hanya harus menggadaikan luka hati saja, tapi keluarganya, yang mengalami kesedihan itu, mereka tangisi anaknya karena rasa takut dan memikirkan masa depan anaknya, jika anak ibu yang seperti itupun, ibu akan bersujud kepada orang yang telah dilukai anaknya asalkan anaknya mau operasi dan sembuh.

Besok harinya sepulang dari sekolah, aku dijemput kakak Lili ke sekolah. Kami langsung ke RSUD Cirebon, sebelum ke sana, kakaknya membelikan parsel buah-buahan. Dan memintaku memberikannya, anggap jika itu kirimanku. Dan saat masuk ke ruangan Lili, aku harus tersenyum, menghiburnya.

 

“Ya Allah, sandiwara yang luar biasa yang harus aku perankan, “gumamku dalam hati. Sesampainya di Rumah sakit aku  ijin ke mushola dulu untuk melaksanakan sholat Ashar. Setelah itu aku langsung ke kamar Lili dan kakaknya menunggu di luar. Aku berusaha tenang dan menghela nafas panjang. Kubuat wajahku seceria dan sebahagia mungkin, aku harus siap-siap menjadi aktris yang menyenangkan.

“Assalamualaikum, Hai Li, apa khabar?, “ucapku sambil tersenyum dan menyalami Lili serta orangtuanya yang duduk di samping Lili.

“Waalaikumsalam, Alhamdulillah Yulia, darimana kamu tahu aku kecelakaan?, “tanyanya lagi.

“Dari teman sekolahmu, makanya aku sempatkan ke sini. Tapi dia gakbisa ikut katanya ada keperluan. Jadi aku tadi naik bus aja, “jawabku sesuai settingan awal yang diajarkan kakaknya.

“Kenapa kamu ingin menengokku, padahal aku sudah jahat padamu, “ucap Lili.

“Lupakan semua itu yang penting sekarang kamu bisa cepat sembuh, “kataku lagi kayak yang iya, padahal semua sudah diatur.

“Lili susah makan Yul, tuh dari pagi belum makan juga, makanya ibu pusing. Kalau tidak keberatan, mau gak Yulia nyuapin Lili, “pinta ibunya.

“Kenapa gak mau Li? Nanti kamu gak cepat sembuh gimana?, “tanyaku sambil mengambil piring makannya dan kusuapin Lili dengan sabar. Aku nikmati peranku hari ini, demi kebahagian orang-orang di sekeliling Lili. Alhamdulillah nasinya habis, setelah itu aku berikan obatnya. Sepertinya obat itu mengandung obat tidur, sehingga Lili langsung menguap dan ijin tidur.

 

“Li, kamu istirahat yah, aku pulang dulu, “ucapku. Namun dia menarik tanganku dan berkata, “Maafkan aku Yul, selama ini telah jahat padamu. Namun, jika tidak keberatan, aku ingin kamu bisa menemaniku saat waktu senggangmu.”

“Iya, Insha Allah, tapi janji,  kamu harus mau operasi dan harus sembuh demi masa depanmu, “kataku. Kok ucapanku seperti pesan kepada kekasihku saja,…oh no…kenapa aku bisa bicara seperti itu yah,  “gumamku dalam hati.

Hari-hari kulalui selama seminggu ini sering mondar mandir ke Cirebon, hingga kondisi Lili sudah mulai terlihat siap untuk operasi. Dan di suatu hari, saat aku menengoknya, Lili mengajukan syarat pada orangtuanya, dia mau dioperasi jika aku menemaninya. Duuuh,… drama apalagi yang harus aku perankan.

“Ayah, Ibu, aku mau operasi dengan syarat Yulia ada di sini, sehingga jika terjadi sesuatu padaku, aku masih bisa melihatnya di detik terakhirku, “katanya. Begitu dalamnya cinta dia padaku, sementara aku takada rasa sama sekali padanya.

Aku tersenyum sambil berkata, “tenang saja, aku pasti di sini menemanimu, asal kamu sembuh dan mau operasi, “kataku sambil tersenyum. Keluarganya menghela nafas panjang, seakan terbebas dari beban hati.

 

Waktu operasipun telah tiba, aku ijin ke sekolah. Kutunggui dia sejak dia masuk ke ruang operasi hingga dia selesai operasi. Alhamdulillah, aku bisa memecahkan satu masalah pelik keluarga ini. Selanjutnya, bagaimana jika Lili menuntutku di kemudian hari. Aku tak tahu.

Beberapa hari kemudian setelah operasi, Lili bisa pulang dan aku ikut menjemputnya juga. 

Setelah itu aku merasa terbebas dari tugasku, aku hanya sewaktu-waktu menengok Lili dan setelah terlihat dia sehat, aku tidak ke rumahnya lagi.

Hingga suatu hari, setelah tiga bulan berlalu, dia datang ke rumahku dan menanyakan, apa maksud kebaikanku selama ini.

“Yulia, apakah kamu menerima maksud hatiku, “tanyanya. Aku bingung menjawabnya. Namun aku berusaha tenang.

“Li, mencintai itu tak selamanya harus memiliki, jikalau Tuhan mentakdirkan kita, pasti nanti ada jalan, akan tetapi saat ini kita berteman saja, karena masih banyak mimpi yang harus kita gapai, “jawabku sambil memegang tangannya.

“Apa karena aku cacat Yul, “tanyanya kecewa.

“tidak, bukan masalah itu, aku hanya berpikir, jika saat ini aku ingin mengejar cita-citaku, kita bisa berteman, sambil pendekatan, “ucapku menghibur.

Pertemanan kami menjadi dekat dengan kejadian ini. Hatiku sudah tak terluka seperti dulu lagi, kusimpan lukaku pada tempatnya, agar aku bahagia menjalani hari-hari. Dan persahabatan kami terjaga hingga kini, karena kami sadar, ada takdit di balik kelahiran kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

fiorentia viviane lesmana