SIMPANLAH LUKA
PADA TEMPATNYA
Suara bel
berbunyi tanda pembelajaran telah usai.
Anak-anak putih abu berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Panasnya
matahari tak menyurutkan langkah mereka menuju halte penantian bus dan angkot yang berada di luar sekolah,
termasuk aku di dalamnya.
“Yul, … Yulia ...
mau kemana buru-buru amat, “Tanya Sri.
“Aduh, maaf Sri
hari ini jadwalku les Komputer jam 2. Sekarang aja udah setengah dua, takut
ketinggalan, apalagi angkot kesanakan rebutan, “jawabku berteriak sambil terus berlari.
Aku Yuliawati,
anak SMK jurusan Bisnis manajemen yang cukup dikenal di sekolah karena aktif di
berbagai organisasi antara lain OSIS,
Pramuka dan PMR. Namun, dari ketiga
ekschool itu, aku lebih focus ke pramuka karena menjabat sebagai ketua pramuka di kabupaten Kuningan. Sekolahku diapit oleh
dua sekolah yaitu SMAN 4 Kuningan dan SMKN Pertanian. Namun banyak anak-anak Mesin
yang suka nongkrong ngecengin anak-anak Manajemen, mungkin karena disini lebih banyak ceweknya.
“Yulia……kemana, “ Tanya teman-temanku
“Biasa, dah ada
janji, “jawabku sambil tersenyum genit.
Pemandangan
seperti ini sudah biasa dilihat teman-temanku, karena memang walau banyak yang
suka godain aku, aku cuex saja, karena aku bukan type cewek yang seneng
menghabiskan waktuku untuk sekedar nongkrong dan kumpul dengan teman-teman.
Kegiatanku padat, karena sebagai senior, kadang harus melatih junior-juniorku
di sekolah, belum lagi di Kwarcab kadang ada rapat-rapat ke propinsi. Jadi bisa
dibilang, aku siswa yang focus belajar dan aktivitas sekolah. Namun hari ini, jadwalku
kursus komputer. Aku kursus 2x dalam seminggu yaitu Senin dan Rabu. Karena hari
itu aku jarang ada kegiatan ekschool.
Sudah ada dua bulan,
ada seorang anak mesin yang terus mengikutiku. Dia membawa motor. Berulangkali
dia tawarkan diri untuk bisa mengantarkanku pulang atau ketempat kegiatanku.
Namun aku selalu menolaknya dengan cara halus. Aku tidak mengenalnya, untuk
apa. Tapi cowok itu ngotot banget, hingga suatu waktu dia mendekatiku.
“Assalamualaikum
Yulia, nunggu angkot yah,”sapanya.
“Waalaikumsalam
warohmatullahiwabarokatuhu, iya, ”jawabku datar sambil nengokin semoga ada
angkot yang segera datang.
“kalau kamu
takut kesiangan, ayo aku antar ke tempat
kursusnya,”katanya sambil menawarkan jasa.
“Aku heran,
darimana dia tahu aku mau kursus hari ini. Apa mungkin dia hafal jadwal
kegiatanku, ”gumamku dalam hati
Aku diam saja
pura-pura tidak tahu. Tak lama setelah
itu angkot jurusan kotapun tiba. Aku bergegas memasuki angkot tersebut. Rasanya
plong, bisa terlepas dari anak lelaki tersebut. Namun ,…semua di luar dugaanku,
dia ternyata mengikuti di belakangku dan
ikut naik angkot. Sedangkan motornya dia serahkan ke temannya.
“Apa sih maunya
anak ini,”gumamku dalam hati. Aku duduk dibelakang dekat kaca belakang. Kulihat
keluar, dan tidak mempedulikannya. Ternyata dia duduk tepat di depanku saat
penumpang di depanku turun.
“Yulia, kenapa
kamu tak mempedulikan perhatianku,”tanyanya.
“Maaf A, saya
tidak mengenal Aa, jadi saya tidak pernah mempedulikannya, maaf yah,”jawabku
berusaha tenang, walau hati kecilku takut.
“Aku tidak
percaya, aku yakin kamu tahu jika aku memperhatikanmu selama ini,”ucapnya lagi.
Aku pura-pura tidak mendengarnya.
Aku berharap
mobil bisa berjalan cepat, dan bisa segera sampai ke tempat kursus. Rasanya sudah tidak
nyaman banget naik angkot ini
“Kiri Pak,
“teriakku. Angkotpun berhenti. Aku
bergegas memasuki gerbang tempat kursusku. Ternyata dia ikutan turun. Aku tak
peduli.
“Yul,…Yulia…aku
menunggumu di sini, “teriaknya sambil duduk di kursi luar tempat kursus.
Aku bingung, ini
anak maunya apa sih. Selama kursus
pikiranku kemana-mana.
“Yulia sudah
selesai belum mengerjakan soalnya.” tanya Pak Hadi, pengajar Ms. Excel.
“I..i..iya pak,
maaf yang mana yah pak?,”tanyaku gugup
“Kamu ini dari
tadi bengong terus, mau kursus apa gak sih? Kalau gakbisa konsentrasi belajar,
pulang aja sonoh,”ucapnya keras. Aku jadi takut melihat wajahnya. Terus bagaimana dong sekarang. Aku tanya Nuri, teman di sampingku, saat Pak Hadi
keluar kelas.
“Nur, bantu aku
dong, tadi apa tugas Pak Hadi, aku melamun, “ucapku memohon kepada Nuri.
Alhamdulillah Nuri mau menjelaskan. Dan aku dengan segera menyelesaikan tugas
dari Pak Hadi. Rasanya plong banget, akhirnya satu bebanku terpecahkan. Waktu
telah menunjukkan pukul 15.45, sebentar lagi selesai juga materi hari ini. Aku
ingin cepat pulang, dan sembunyi dari kejaran anak itu.
Setelah Pak Hadi
memberikan PR, kami kemudian berkemas
dan membaca doa, lalu berhamburan keluar. Di luar dugaan. Laki-laki itu masih
setia menungguku di luar. Aku pura-pura tak melihat dan mendekati Nuri.
“Nur, aku ikut
pulang sama kamu yah, “pintaku.
“Tapi kan
rumahmu jauh dariku?, “tanya Nuri heran. Nuri tidak mengerti apa yang terjadi
pada Yulia.
“Gakpapa, nanti
aku ceritakan deh, “pintaku. Nuri mengganggukkan kepalanya pertanda setuju, dia
kemudian mengajak Yulia menaiki motornya.
“Yul, … Yulia, …
aku bagaimana?, “teriak seorang lelaki yang berusaha berlari mengejar motor
Nuri. Namun Yulia tak mempedulikannya. Di tengah perjalanan Nuri bertanya.
“Kamu ada apa
dengan anak tadi? Dia ganteng lho, putih lagi, “kata Nuri sambil meledek.
“Gak ngurus, mau
ganteng kek, mau apa kek, aku gak kenal dia kok, dia ngejar-ngejar terus setiap
hari. Sana buat kamu, “jawab Yulia ketus.
“Ih kamu kok
jadi judes begitu Yul, “tanya Nuri heran.
“Biarin aja,
coba kamu pikir, pulang sekolah udah ditungguin, aku kursus dia tungguin, aku
naik bus dia ikutin, padahal dia bawa motor lho, “curhat Yulia.
“Nah lho, dia
bawa motorkan? Kenapa kamu gak manfaatin aja, kan ngirit ongkos, siapa tahu
diajak makan juga ha…ha…., aji mumpung, “goda Nuri sambil tertawa
terbahak-bahak.
“Gak lucu kamu
ach Nur, orang bicara serius juga bukannya dikasih solusi, “kata Yulia ketus.
“Aku sudah kasih
solusi, kamu yang gak ngerti. Padahal kamu kan gak termasuk anak idiot, tapi
kok gak bisa memanfaatkan situasi yah, “jawab Nuri lagi sambil tertawa.
“Gak lucu, gak
lucu,… dikiranya aku mau tertawa apa, udah aku turun di depan aja. Tuh ada
angkot yang jurusan rumahku, “ucap Yulia.
“Oke dech, aku
turunkan di depan yah, ingat … pikirkan solusiku tadi, siapatahu besok kamu
berubah pikiran, dan aku bisa diajak traktir makan-makan, “ucap Nuri lagi menggoda.
“Gila kamu Nur,
aku gakakan mendengar solusi edanmu itu… nonsense,
“timpal Yulia sambil melambaikan
tangan memberhentikan angkot itu.
“Rasanya plong
bisa terbebas dari kejaran anak itu, “gumamnya.
Angkot berhenti
tepat di gang menuju rumah Yulia. Yulia bergegas menuju rumah, dan ingin segera
rebahan karena rasa lelah yang tiada tara.
“Assalamualaikum
bu, “ucap Yulia sesampainya di depan pintu. Tapi takada yang membalasnya. Yulia
langsung melihat-lihat rumah, ternyata ibunya sedang menangis di kamar.
“Ibu kenapa?
Sakit?, “Tanya Yulia.
“Tidak apa-apa,
ibu gakenak badan aja, “jawab Ibu.
Tiba-tiba ada
suara berisik di ruang tengah, bapak. Yah bapak, datang dengan kakaknya ibu,
Uwa Andi. Bapak mencak-mencak dan
mengadukan kelakuan ibu ke Wa Andi, katanya ibu pencemburu dan lain-lain.
Berisik sekali. Aku sampai malu sama tetangga yang mulai berdatangan ke
rumahku, menanyakan apa yang terjadi. Pemandangan ini sering terjadi. Dan aku
tahu jika bapak adalah lelaki yang senang bergaul dengan gadis-gadis di
tempatnya bulutangkis atau ditempatnya kerja.
Tapi dia selalu ingin menang sendiri, dan takmau disalahkan.
Keegoisannya telah mengalahkan tanggungjawabnya sebagai seorang suami dan
seorang ayah dari anak-anaknya yang sekarang sudah mulai mengerti keadaan
orangtuanya.
Setelah semuanya
reda, aku langsung masuk ke kamar, mandi dan siap-siap magrib. Karena biasanya
aku sholat dhuhur dan ashar kalau tidak di sekolah yah ditempat kursus.
Bapak pergi
entah kemana, akupun takpeduli. Dan ibu masih termenung sendiri dengan mata
yang sembab. Aku bingung harus berkata apa. Makanya aku lebih baik menyibukkan
diri belajar di kamar.
Keesokan harinya
seperti biasa aku berangkat sekolah. Karena elf jarang, terpaksa aku naik bus
yang melewati sekolahku. Takpernah kusangka, laki-laki itu ada di bus yang sama.
“Aiih ada tuan
putri yang sombongnya selangit, “katanya saat aku menginjakkan kakiku ke bus
itu. Aku pura-pura gak tahu siapa yang dia maksud. Aku langsung duduk di kursi
yang dekat dengan jendela, disusul oleh anak sekolah lainnya.
“Heeey,…pada
kenal sama Yulia gak? Diakan ketua pramuka kabupaten Kuningan yah, anaknya
aktif banget yah, sama kayak bapaknya aktif juga godain gadis-gadis ha….ha….ha…
dan tukang kawin, “teriaknya sambil
tertawa. Penumpang bus itupun ada yang diam saja dan ada yang tertawa
mencibirku juga.
Aku seperti
disambar petir disiang bolong. Aku tak menyangka jika dia akan setega itu
padaku. Mengapa urusan keluargaku dia bawa-bawa. Aku terduduk diam, pura-pura
tak mengerti. Untung sekolahku sudah di depan mata, aku segera turun tanpa
memperhatikan mata-mata yang melihat dengan cibiran dan rasa kasihan.
Aku ingin teriak sekencang-kencangnya meluapkan
kekesalan dan dan rasa Maluku. Namun itu tidak mungkin. Kupendam saja.
“Semua ini
gara-gara bapak, aku dibuli teman-temanku gara-gara kelakuan bapak, takakan aku
maafkan jika kelakuannya begitu saja, “gumamku dalam hati.
Hari ini
sepulang sekolah seharusnya melatih PMR, tapi aku ijin dengan alasan ada
keperluan keluarga, jadi aku serahkan ketemenku.
Aku ingin segera
pulang dan menangis sekenceng-kencengnya di bantalku. Saat sampai di halte
sekolah, ada elf yang arahnya ke rumahku. Aku langsung naik saja, tidak tengok
ke kiri dan ke kanan, seperti biasa, aku duduk dekat jendela, alasannya biar
adem dan bisa melihat pemandangan alam. Tanpa aku sadari ada seorang laki-laki
yang duduk di sampingku, dia anak mesin itu.
“Yulia, aku
ingin kamu mengerti bagaimana tersiksanya hatiku karena sikapmu, “katanya.
Aku terperanjat.
Kulihat kesamping tubuhku, Ya Tuhan, sejak kapan dia duduk di sampingku.
“Maaf A, saya
tidak mengenal Aa, sayapun takpernah ada rasa apa-apa sama Aa, “kataku
perlahan, takut kedengaran oleh yang lain.
“Jadi maksudmu
menolak aku? Kenalkan aku Lili kelas 3 Mesin aku tinggal di Cilimus, orangtuaku
komplit dan hidup bahagia, tidak seperti keluargamu yang bapaknya tukang
kawin, aku anak keempat, kakakku tiga
dan sudah menikah semua, saat ini aku sangat jatuh cinta sama kamu, apa lagi
yang ingin kamu tahu?, “teriaknya dengan
kencang.
“Ya Allah, nih
anak gila apa yah?, “gumamku.
Aku diam saja,
ingin rasanya cepat sampai ke rumah. Dan tidur dengan nyenyak kemudian bangun
dan sadar jika semua kejadian hari ini adalah mimpi buruk di siang bolong.
Untungnya mobil elf sudah sampai depan gang rumahku. Aku segera turun, kembali
lagi tatapan sinis orang-orang memandangku. Dalam hatiku, mengapa bapakku yang
jahat, tapi aku yang dihukumnya.
Sesampai di
rumah aku langsung lari dan menuju ke ibuku, tapi aku ragu-ragu untuk
menjelaskannya. Ibuku heran biasanya saat makan, aku bercerita sambil tertawa,
“Ada apa Yul,
“Tanya Ibu.
“Gakada apa-apa
bu, jangan khawatir, “jawabku menghibur.
“Ibu tahu kamu
pasti ada masalah, biasanya hari ini kamu pulang sore, “Tanya ibu lagi.
“Lagi gak enak
badan bu, “Jawan Yulia.
“Kalau kamu
saying sama ibu, ceritakanlah, derita kita adalah derita bersama, bahagia kita
adalah bahagia bersama pula, “kata ibu lagi.
Aku ceritakan
semua kejadian yang selama ini membuatku tidak nyaman, hingga kejadian hari
ini. Ibu diam seribu basa. Dia tidak bisa memberikan solusi apapun. Akupun
berpamitan pergi ke kamar, mau sholat dan istirahat.
Keesokan
harinya, Yulia sekolah seperti biasa. Namun sebelum naik elf dia tengak tengok
dulu, saat terlihat aman, dia langsung duduk dikursinya. Alhamdulillah
perjalananpun aman dan tanpa gangguan laki-laki yang bernama Lili itu.
Begitupun saat pulang sekolah. Yulia senang
sekali. Saat hendak ke tempat kursuspun dia aman. “Semoga saja anak laki-laki
itu sudah insyaf, “gumam Yulia dalam hati.
Sepulang kursus,
Yulia tidak kemana-mana dulu. Karena lelah, ingin cepat pulang. Sesampainya di
rumah kok banyak tamu. Yulia heran, Pikirannya kacau, takut ayah dan ibuku
berantem lagi. Tapi ternyata, ada tamu yang sama sekali tak dikenal, bukan
saudara apalagi tetangga.
“Assalamualaikum,
“ucap Yulia
“Waalaikumsalam.
Ini Yulia yah? Kenalkan saya paman dan bibinya Lili dan ini adalah
kakak-kakaknya Lili, “ucap seorang ibu.
“Lili mana? Mau
apa?, “tanyaku polos. Pikiranku sudah kemana-mana, masa Lili mau melamarku, iih
amit-amit. Kenal juga enggak. Terus ngapain keluarganya datang rame-rame kayak
mau melamar aja, “gumamku dalam hati.
“Duduklah nak. Ibu
mau bercerita. Sebelumnya ibu mohon maaf atas nama Lili karena selama ini dia
sering mengganggumu. Namun semua itu semata-mata karena Lili sangat mencintai
kamu, “kata Ibu itu.
“Ehm… maaf bu,
saya kenal juga enggak sama Lili tuh. Dia sering isengin saya aja, jadi maaf,
saya tidak bisa menerima Lili, “jawabku ngelantur. Lho kok aku jawab begitu.
Emang keluarganya melamarku apa.
“Yul, ini
permintaan orangtua Lili, mohon dengan sangat, terima Lili walau hanya
sandiwara saja, sampai dia sembuh saja, “katanya lagi.
“Maksudnya
gimana?, sembuh bagaimana?, “tanyaku penasaran. Karena setahuku Lili adalah
laki-laki yang kuat dan kekar, saat terakhir bertemupun dia masih isengin aku.
“Sebenarnya Lili
kecelakaan, saat membawa motor, dia nyalip bus dan tersenggol, motornya ringsek
dan Lili kakinya patah, harus operasi dan pasang pen, “kata pamannya Lili.
Aku bengong tak
mengerti, terus tugas aku apa? Kan kalau operasi adalah tugas dokter bagian
tulang.
“Yulia, Lili mau
dioperasi jika kamu menungguinnya di sana, “kata kakak perempuan Lili.
“Hah, … saya
harus menunggunya di sana?, “kataku kaget sambil memandang ibuku.
“Yulia, bantulah,
kasihan keluarganya. Kalau Lili tidak operasi, maka selamanya dia takakan mau
pasang pen, dan cacat, “kata ibuku.
“Ya Allah, luka
hatiku belum sembuh, kini aku harus bersandiwara menerima dia dan menemaninya
saat operasi, mengapa nasibku harus seperti ini, “gumamku dalam hati.
Keluarga Lili,
memohon terus, hingga akhirnya aku luluh. Dan mereka pulang. Aku tak mengerti,
mengapa aku harus mengalami semua ini, menjadi orang yang harus selalu mengalah
demi kebahagiaan orang lain. Setelah keluarga Lili pulang, kemudian ibu
bercerita yang intinya, kita takakan rugi membantu orang jika hanya harus
menggadaikan luka hati saja, tapi keluarganya, yang mengalami kesedihan itu,
mereka tangisi anaknya karena rasa takut dan memikirkan masa depan anaknya,
jika anak ibu yang seperti itupun, ibu akan bersujud kepada orang yang telah
dilukai anaknya asalkan anaknya mau operasi dan sembuh.
Besok harinya
sepulang dari sekolah, aku dijemput kakak Lili ke sekolah. Kami langsung ke
RSUD Cirebon, sebelum ke sana, kakaknya membelikan parsel buah-buahan. Dan
memintaku memberikannya, anggap jika itu kirimanku. Dan saat masuk ke ruangan
Lili, aku harus tersenyum, menghiburnya.
“Ya Allah,
sandiwara yang luar biasa yang harus aku perankan, “gumamku dalam hati.
Sesampainya di Rumah sakit aku ijin ke
mushola dulu untuk melaksanakan sholat Ashar. Setelah itu aku langsung ke kamar
Lili dan kakaknya menunggu di luar. Aku berusaha tenang dan menghela nafas
panjang. Kubuat wajahku seceria dan sebahagia mungkin, aku harus siap-siap
menjadi aktris yang menyenangkan.
“Assalamualaikum,
Hai Li, apa khabar?, “ucapku sambil tersenyum dan menyalami Lili serta
orangtuanya yang duduk di samping Lili.
“Waalaikumsalam,
Alhamdulillah Yulia, darimana kamu tahu aku kecelakaan?, “tanyanya lagi.
“Dari teman
sekolahmu, makanya aku sempatkan ke sini. Tapi dia gakbisa ikut katanya ada
keperluan. Jadi aku tadi naik bus aja, “jawabku sesuai settingan awal yang
diajarkan kakaknya.
“Kenapa kamu
ingin menengokku, padahal aku sudah jahat padamu, “ucap Lili.
“Lupakan semua
itu yang penting sekarang kamu bisa cepat sembuh, “kataku lagi kayak yang iya,
padahal semua sudah diatur.
“Lili susah
makan Yul, tuh dari pagi belum makan juga, makanya ibu pusing. Kalau tidak
keberatan, mau gak Yulia nyuapin Lili, “pinta ibunya.
“Kenapa gak mau
Li? Nanti kamu gak cepat sembuh gimana?, “tanyaku sambil mengambil piring
makannya dan kusuapin Lili dengan sabar. Aku nikmati peranku hari ini, demi
kebahagian orang-orang di sekeliling Lili. Alhamdulillah nasinya habis, setelah
itu aku berikan obatnya. Sepertinya obat itu mengandung obat tidur, sehingga
Lili langsung menguap dan ijin tidur.
“Li, kamu
istirahat yah, aku pulang dulu, “ucapku. Namun dia menarik tanganku dan
berkata, “Maafkan aku Yul, selama ini telah jahat padamu. Namun, jika tidak
keberatan, aku ingin kamu bisa menemaniku saat waktu senggangmu.”
“Iya, Insha Allah,
tapi janji, kamu harus mau operasi dan
harus sembuh demi masa depanmu, “kataku. Kok ucapanku seperti pesan kepada
kekasihku saja,…oh no…kenapa aku bisa bicara seperti itu yah, “gumamku dalam hati.
Hari-hari
kulalui selama seminggu ini sering mondar mandir ke Cirebon, hingga kondisi
Lili sudah mulai terlihat siap untuk operasi. Dan di suatu hari, saat aku
menengoknya, Lili mengajukan syarat pada orangtuanya, dia mau dioperasi jika
aku menemaninya. Duuuh,… drama apalagi yang harus aku perankan.
“Ayah, Ibu, aku
mau operasi dengan syarat Yulia ada di sini, sehingga jika terjadi sesuatu
padaku, aku masih bisa melihatnya di detik terakhirku, “katanya. Begitu
dalamnya cinta dia padaku, sementara aku takada rasa sama sekali padanya.
Aku tersenyum
sambil berkata, “tenang saja, aku pasti di sini menemanimu, asal kamu sembuh
dan mau operasi, “kataku sambil tersenyum. Keluarganya menghela nafas panjang,
seakan terbebas dari beban hati.
Waktu operasipun
telah tiba, aku ijin ke sekolah. Kutunggui dia sejak dia masuk ke ruang operasi
hingga dia selesai operasi. Alhamdulillah, aku bisa memecahkan satu masalah
pelik keluarga ini. Selanjutnya, bagaimana jika Lili menuntutku di kemudian
hari. Aku tak tahu.
Beberapa hari
kemudian setelah operasi, Lili bisa pulang dan aku ikut menjemputnya juga.
Setelah itu aku
merasa terbebas dari tugasku, aku hanya sewaktu-waktu menengok Lili dan setelah
terlihat dia sehat, aku tidak ke rumahnya lagi.
Hingga suatu
hari, setelah tiga bulan berlalu, dia datang ke rumahku dan menanyakan, apa
maksud kebaikanku selama ini.
“Yulia, apakah
kamu menerima maksud hatiku, “tanyanya. Aku bingung menjawabnya. Namun aku
berusaha tenang.
“Li, mencintai
itu tak selamanya harus memiliki, jikalau Tuhan mentakdirkan kita, pasti nanti
ada jalan, akan tetapi saat ini kita berteman saja, karena masih banyak mimpi
yang harus kita gapai, “jawabku sambil memegang tangannya.
“Apa karena aku
cacat Yul, “tanyanya kecewa.
“tidak, bukan
masalah itu, aku hanya berpikir, jika saat ini aku ingin mengejar cita-citaku,
kita bisa berteman, sambil pendekatan, “ucapku menghibur.
Pertemanan kami
menjadi dekat dengan kejadian ini. Hatiku sudah tak terluka seperti dulu lagi,
kusimpan lukaku pada tempatnya, agar aku bahagia menjalani hari-hari. Dan
persahabatan kami terjaga hingga kini, karena kami sadar, ada takdit di balik
kelahiran kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar