Pengikut

Sabtu, 15 Januari 2022

INI RUMAH PAHLAWAN LHO

                                                         INI RUMAH PAHLAWAN LHO



Rumah siapakah ini?nyaris tak terurus apalagi diingat orang. Padahal berkat siasat penghuni rumah inilah Belanda dapat dikalahkan dalam perundingan Linggarjati. Pasti kalian bertanya-tanya kan?

Lain halnya para pemuda zaman now yang mungkin saat ditanya soal sejarah, hanya akan mengangkat kedua pundaknya sambil bibir seakan mencibir, dan berkata “I don’t know”. Tapi coba Tanya dimana tempat yang enak buat nongkrong dan selfi-selfi? Sejauh mata memandang, mereka akan hafal dan mampu menyebutkannya satu persatu.

Apa yang Bapak Ibu guru rasakan saat kata-kata seperti itu yang keluar dari mulut manis generasi penerus bangsa ini? Sedih bukan? Atau mungkin Bapak dan Ibu gurunya yang berada di sekitar daerah itu sendiri tak sempat memperkenalkan cagar budaya yang harus diketahui anak bangsa ?

Pengenalan cagar budaya dan sejarah bangsa ini bertujuan agar para pemuda penerus bangsa menghargai betapa pedihnya perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, sehingga mereka bisa bertanggungjawab dan berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan kemerdekaan ini demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ingat, kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segelintir pejabat di Indonesia.



Inilah wajah beliau. Seorang pemuda berpostur tubuh pendek kecil kelahiran 5 Maret 1909 di padang Panjang putra seorang penasehat sultan Deli sekaligus jaksa Penuntut terpandang bernama Muhammad Rasad bergelar Maharaja Sutan.

Salah satu prestasi terbesarnya yaitu mensiasati hasil perundingan Linggarjati pada 15 November 1946, agar Belanda mau berunding. Namun, hasil perundingan Linggarjati merugikan Indonesia, Keputusan yang dianggap merugikan Indonesia itu sempat mendapat kecaman dari semua orang, bahkan Sutan syahrir sempat di culik pada tanggal 26 juni 1946 oleh oposisi persatuan perjuangan karena Sutan Syahrir lebih memilih pengakuan De Facto Belanda atas kedaulatan Indonesia, sementara Belanda menginginkan menguasai wilayah Indonesia disetujui oleh Sutan Syahrir.

Padahal Sutan Syahrir menyetujuinya asal dengan syarat meminta penambahan pasal, yaitu jika Belanda melanggar perjanjian itu, maka persengketaan tersebut harus diselesaikan pada sidang internasional. Karena beliau tahu jika Belanda licik. Hal itu terbukti, ternyata Belanja ingkar janji dan melakukan Agresi Militer 1 tahun 1947.

Berbekal hasil perundingan Linggarjati, Sutan Syahrir berpidato di PBB dan merupakan orang Indonesia pertama yang berpidato di PBB untuk menjelaskan hasil perundingan Linggarjati tersebut. Berkat pidatonya yang memukau, Belanda dikecam oleh seluruh negara di dunia sebagai negara yang mengingkari perjanjian. Akhirnya Belandapun harus menghentikan aksinya dan dunia internasional pertamakalinya mengakui nama Indonesia yang awalnya di sebut Hindia Belanda.

Mengapa di sebut Hindia Belanda? Karena Indonesia adalah Negara jajahan Belanda makanya disebut Hindia Belanda.

Bukan Belanda namanya kalau begitu saja menerima keputusan perjanjian. Dalam keadaan terdesak, Belanda malah maju lagi melakukan Agresi Militer keduanya tanggal 19 desember 1948 dengan tujuan ingin menghancurkan status Negara kesatuan Indonesia dan menguasai Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Indonesia sementara.

Langkah selanjutnya di lakukan oleh Bung Hatta yang maju ke sidang meja bundar di Denhaag Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949 dengan hasil mendapatkan kedaulatan resmi dari Belanda dan juga Internasional

Sutan Syahrir merupakan perdana menteri pertama Indonesia dan termuda di dunia. Beliau juga ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) yang penjadi pencetus perubahan kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer. Kabinet parlementer bertanggungjawab terhadap KNIP sebagai lembaga legislatif

Kepada masyarakat Sutan Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti kekerasan. Sutan Syahrir berusaha menunjukkan kepada dunia bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan bangsa yang beradab dan demokratis dengan menyelenggarakan pameran kesenian yang diliput dan dipublikasikan wartawan luar negeri. Hal ini untuk mematahkan propaganda Belanda yang selalu mengatakan pada dunia jika Indonesia adalah negara yang brutal, suka membunuh, merampok dll.

Namun, pada pemilihan umum pertama tahun 1955 partai sosialis indonesia dibawah naungan Sutan Syahrir gagal mendapat suara terbanyak. Sutan Syahrir dan PSI dicurigai terlibat dalam pemberontakan PRRI.

Beliau di tangkap dan dipenjarakan tanpa diadili oleh pemerintahan orde baru pada tanggal 16 Januari 1962 karena dituduh melakukan kudeta dan percobaan pembunuhan presiden RI. Beliau ditahan di Markas CPM Hayam Wuruk Jakarta, tak berselang lama kemudian beliau di pindah ke rumah tahanan militer (RTM) Budi Utomo. Di sanalah Sutan Syahrir mulai sakit-sakitan dan stroke. Sejumlah tokoh termasuk Bung Hatta mendesak agar pemerintah membebaskan Sutan Syahrir, akan tetapi sia-sia, hingga akhirnya saat mulai kritis, Sutan Syahrir di bawa ke RS Gatot Subroto. Namun RS Gatot Subroto, tidak sanggup dan merujuk ke RS yang ada di Zurich Swiss, di sanalah Sutan Syahrir menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 16 April 1966.

Saat beliau wafat Presiden Soekarno mengeluarkan Kepresnya No.76 tahun 1966 yang isinya merehabilitasi nama Sutan Syahrir sebagai Pahlawan Nasional.

Akan tetapi semuanya sudah tak berarti bagi yang telah tiada, Sutan Syahrir tak tersenyum bahagia karena rehabilitasi namanya tersebut, terlambat. Sutan Syahrir pemuda yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia di penutup usianya malah menjadi tahanan di negeri sendiri yang dia perjuangkan kemerdekaannya, begitulah isi pidato Bung Hatta di pembaringan terakhir Sutan Syahrir. Inilah Indonesia



INI HANYA MIMPI SIANG BOLONG

                        Ini Hanya Mimpi Siang Bolong

Oleh Lilis Ernawati, M.Pd

Senja itu matahari sudah mulai redup, aku masih terduduk diam di pelataran rumahku sambil melihat anggrek ungu yang sudah mulai mekar. Namun, keindahannya tak berarti bagiku. Takada kepuasan hati kurasakan, saat kupandangi anggrek itu. Suara burung bernyanyi bersahutan mengajak gerombolannya agar segera pulang karena hari mulai petang. Namun, aku masih terduduk diam. Luka hati yang kurasakan telah menghancurkan semangat hidupku dan harapanku. Kamu, yang di sana yang telah mengisi relung hatiku, yang telah memberikan harapan palsu dan janji-janji indah semu, pernahkah kau pikirkan aku, yang kini duduk sendiri, menanti kehadiranmu dalam sepi.

Luka hati ini telah membuat aku mati berdiri. Terpuruk meratapi nasib diri. Cinta yang kau berikan kini telah kau palingkan. Dunia ini terKuberdiri meninggalkan pelataran ini, beranjak ke sudut kamarku. Kupandangi tembok-tembok bisu yang seakan mentertawakanku nyinyir,.. menghinaku,…dan semakin melukai relung hatiku. Dulu ditembok-tembok ini terpajang rapi detik-detik kenangan indah bersamamu. Takpernah terlewati satupun kisah kebahagiaanku saat di sisimu. Namun kini, yang kulihat hanyalah coretan pilok hitam dan merah yang menggambarkan kemarahan dan kebencianku akan takdir yang aku terima.

Tiba-tiba lamunanku buyar oleh sebuah panggilan yang tak asing di telingaku.

“Nadia, sholat dulu nak,”panggil ibu dari luar kamar.

“iya bu,”jawabku pelan tanpa ekspresi, seakan enggan tuk berdiri menghadap illahi. Namun, dalam sujudku selalu ada tangis, yang takbisa aku bendung. Aku adukan semua kepahitan dan kesedihanku pada sang kuasa. Berharap kudapat keadilan atas semua nasibku ini. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mengurangi beban hati.Setelah puas kuadukan semua bebanku ini, aku berdiri dan menuju cermin yang ada di samping pembaringanku. Kupandangi wajahku yang penuh dendam dan amarah, serta luka yang tak berkesudahan. Mata sayuku semakin sembab menambah kelusuhan mukaku. Hampir sebulan pekerjaanku hanya mengurung diri meratapi nasib dan menyesali diri, mengapa harus mengenalnya sehingga aku mengalami hal seperti ini.

Dengan perasaan dendam di hati, aku berjanji akan bisa tegar menghadapi kenyataan hidup ini. Dunia tak selebar daun kelor, masih banyak asa yang bisa aku raih di depan sana. Aku harus bangkit dan buktikan, jika masih banyak orang yang mencintai dan menyayangiku lebih dari dia. Yah dia,..yang telah meninggalkanku bersama kekasih barunya di pelaminan itu, tepat pada hari di mana dia dulu berjanji tuk mencintai dan menyayangiku sepenuh hati. Harusnya hari itu adalah hari jadi kami yang ke-2. Namun sayang, hadiah yang kuterima adalah sepucuk undangan biru bertuliskan namamu dan namanya tertanggal undangan 7 April. Mengapa bukan namaku yang tertulis di sana? Kutarik nafas panjang, dan kuucap istigfar…..”astagfirllahuladzim,”ucapku lirih. Aku harus sadar, jika dia bukan takdirku, aku harus kuat seperti anggrek ungu di depan rumahku, walau tak aku kagumi, walau dilirik sebelah mata, akan tetapi, dia tetap ceria, menebarkan pesona indahnya, dalam kesendirian dia mekar tanpa menunggu kawan. “aku harus bangkit,”ucapku lagi tanpa sadar.

Malam mulai menjelang, mataku yang sembab kukompres dengan air hangat, dan kumasker wajahku yang kusut, kusam dan tak bergairah. Besok aku harus kembali beraktivitas lagi. Harus….aku harus bangkit demi hidupku, demi masa depanku dan orang-orang di sekelilingku.walau kutahu, besok akan kulihat tenda biru yang lusa nanti akan dipenuhi para tetamu yang mengucapkan selamat berbahagia padamu. Terbayang jelas, kamu akan tertawa bahagia menyambut ucapan sahabat-sahabatmu dan semua handaitulanmu.

Selesai kubersihkan masker di wajahku, kuberanjak ke kamar mandi, untuk bersih-bersih sebelum tidur. Malam ini, aku ingin tidur nyenyak ditemani mimpi-mimpi indah dan harapanku di masa yang akan datang. Ku tutup semua lembar hitam masa laluku dan kuanggap keindahannya hanya sebagai bunga tidur di siang bolong, yang saat ku terbangun, aku harus sadar, jika aku harus kembali beraktivitas dan melupakan mimpi itu.

“Ibuuu,”ku sapa ibu dengan senyum mengembang, dan kucium pipinya seperti biasa.

“ehm,..ibu bau, belum mandi yah?,”godaku

“Nadia, kamu ini pagi-pagi maen cium-cium ibu aja tanpa pamit, gak sopan,”jawab ibu ketus menggodaku sambil tersenyum simpul.

“emangnya kalo membuktikan rasa sayang, harus berpamitan dulu yah bu,” tanyaku sambil menutup kamar mandi tanpa menunggu jawaban ibu.

“Alhamdulillah Ya Allah, Nadia sudah berubah,”gumam ibu penuh haru. Karena selama sebulan ini, ibu merasa kehilangan sosok Nadia yang ceria, senang bercanda dan penuh dengan senyuman.

Selesai mandi, Nadia langsung bersiap diri untuk pergi ke kampus mengenakan stelan celana dan cardigan abu muda dengan kemeja kotak-kotak bernada seirama dikeluarkan dan kerudung warna senada agar terlihat lebih ceria. Dia memoles wajahnya dengan bedak tipis dan sedikit lip gloss agar tidak terlalu kering. Dalam hati Nadia berjanji jika sejak saat ini, dia akan melupakan masa lalunya dan tak ingin mengingat-ingatnya lagi.

Di meja makan ibu telah menyiapkan sarapan pagi, sementara adik-adikkupun sudah bersiap-siap hendak pergi ke sekolah.

“Nad, ayo cepat sarapan. Nih ada sayur bayam dan ikan rebon kesenanganmu,”kata ibu.

“iya bu,”jawab Nadia sambil mengambil tasnya yang terlihat cukup berat karena ada laptop dan buku-buku di dalamnya.

Nadia segera duduk di depan meja makan, dan menyantap sarapan pagi dengan lahap. Selesai sarapan, diapun langsung berpamitan kepada ayah dan ibunya yang masih menikmati sarapan paginya.

“Nadia berangkat dulu yah bu, yah,”ucap Nadia.

“Ayo adek cantik, adek nakal kakak berangkat dulu yah, sini salim,” kata Nadia lagi pada adik-adiknya

“Bu, Nadia..?,”Tanya ayah kebingungan, tapi dia tak berani bertanya karena takut tersinggung.

“Iya Yah, Alhamdulillah, semoga dia telah sadar lagi dan semangat lagi menjalani kesehariannya, “jawab ibu pelan.

Nadia langsung menuju kampus, akan tetapi saat melewati rumah kekasihnya, airmatanya berlinang tanpa sadar. Walau disembunyikan kepedihan itu masih tersisa. Nadia menarik napas panjang dan buru-buru menghapus air matanya.

Sesampainya di kampus, dia di sambut oleh kawan-kawannya dan langsung masuk ke kelas untuk mengikuti mata kuliah yang selama ini banyak tertinggal.

Hari penikahan kekasih Nadiapun tiba, dengan tubuh yang santai, penuh senyum di bibirnya, Nadia datang ke undangan pernikahan itu di jemput oleh teman-teman kekasihnya, Mereka tahu betapa menderitanya Nadia, mereka tak ingin melihat Nadia menangis di sana. Sesampainya di tenda biru itu, Nadia mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Takada duka di wajahnya. Mungkin dia telah lelah mengeluarkan airmata selama sebulan ini.

“Selamat yah mas, mbak, semoga bahagia sampai akhir hayat nanti,”ucap Nadia sambil tersenyum lebar.

Setelah bersalaman, Nadia kearah hidangan dan bersenda gurau dengan teman-teman kekasihnya. Tertawa lebar, keras dan penuh canda, seperti bukan Nadia yang selama ini selalu manis, jaga image dan biasanya hanya tersenyum simpul saja. Kini Nadia telah sadar, jika hidup ini hanya sebentar dan harus diraih mimpian masa depannya yang masih panjang.


OMBAK

 




OMBAK

Oleh Lilis Ernawati

Ombaaaak...pernahkan kau merasa sedih saat sendirian

Pernahkan kau merasa haru saat dirindukan

sepertinya tidak...

Kau tetap bahagia dalam takdir Tuhan

Debur buihmu adalah kesenangan hatiku

Belaian riakmu membawa lukaku

Pergi…Pergi…

Pergi jauh dari hadapanku

Kamu yang telah lukai hatiku

Tak perlu kau iba padaku

Aku yang kini telah kau tinggalkan

Bersama deburan ombak dan angin pantai

Biarkan aku tenang dalam kesendirian

Tak perlu kau khawatirkan

Lukaku yang terlanjur dalam

Kelak riak pantai kan membawanya hilang

Mimpi-mimpi indah yang kau janjikan

Tawa-tawa ceria yang kau berikan

Kan kubuang jauh bersama deburan pantai

Hingga tak sedikitpun dapat kubayangkanOmbak ini adalah kebahagiaanku

Ombak ini adalah kemerdekaanku

Aku merasa terbebas di sini

Tanpa luka dan beban hati

Elegi di 7 April

TAKDIRKU MENGIRINGI JALAN HIDUPKU

 

TAKDIRKU, MENGIRINGI JALAN HIDUPKU

 


Malam ini hujan membasahi kotaku. Dingin menyelimuti ruangan rumahku. Aku duduk sendiri  sambil berpikir dan mengingat kembali masa-masa indah kecilku dulu. Aku terlahir di kota kuningan, tepatnya di desa manislor. Di sana pula aku bersekolah SD, namanya SDN Manislor 3. Masa sekolah begitu indah, kami semua sangat takjim terhadap guru. Di pagi hari saat guru belum datang, kami menunggunya di pintu gerbang, dan saat guru datang, kami berhamburan menyambutnya, mencium tangannya dan membawakan tas  dan perlengkapan lainnya.

Guru bagi kami adalah pahlawan yang dirindukan. Mereka semua berasal dari luar kampung kami. Mereka ke sekolah  naik elf/angkot, mungkin karena gaji guru saat itu terlalu kecil, sehingga untuk membeli motorpun mereka tidak mampu.  Kemudian mereka harus  jalan kaki sekitar 200 meter  dari jalan raya menuju ke sekolah kami,  melewati kebun bambu yang cukup lebat. Tapi mereka tetap bersemangat dan selalu menebar senyum di bibirnya.  Pesona guru membuat kami rindu, sehingga saat mereka datang, kami segera menyambutnya, membawakan tasnya dan perbekalan makan siangnya. Di ruangan kantorpun kami telah menyediakan segelas air putih di masing-masing meja. Hal ini sudah menjadi rutinitas petugas piket yang dibagi setiap hari secara bergantian. Walaupun ada penjaga sekolah, kami berpikir, penjaga sekolah sudah terlalu lelah membersihkan lingkungan sekolah  sehingga untuk di kelas masing-masing, itu tanggung jawab piket kelas.

Saat pulang sekolah, aku senang jika bapak/ibu guru mau kami antar ke jalan raya. Kami beramai-ramai mengantarkannya, agar bapak atau ibu guru tidak merasa kesepian sepanjang jalan  yang mereka lewati. Mungkin ini salah satu barokahnya, sehingga saat ini aku bisa menjadi seperti mereka, pendidik dan pengajar anak-anak bangsa. Sepulang sekolah, kami ke masjid dan sholat berjamah, setelah itu kami menyalami semua jamaah yang hadir, dan mereka mendoakan kami agar menjadi anak-anak yang pintar. Selesai bersalaman, kami langsung mengaji, dengan guru seorang nenek yang bernama Mak  endek, hanya beliau saja yang mengajar kami, sehingga wajar jika beliau sering marah karena lelah mengatur kami dan mengajari kami. Saking banyaknya anak-anak yang berminat mengaji, Mak endek sampai kewalahan. Dan jalan keluarnya adalah, anak-anak yang sudah mengaji sampai Al-Quran disuruh mengajari adik-adiknya yang masih mengaji di buku Iqro. Ini merupakan awal pembelajaranku menjadi seorang guru, walaupun baru bohong-bohongan he..he…

Sejak SD prestasi belajarkupun  sangat baik sehingga oleh guru-guru sering dipercaya untuk menjelaskan lagi materi yang disampaikan di depan kelas, begitupun saat SMP dan SMEA. Bagiku berbicara di depan kelas merupakan hal biasa, ditunjang lagi oleh kegiatan berorganisasi yang aku ikuti dari SD. Waktu SD ada kegiatan porseni yang dilaksanakan  oleh masing-masing kecamatan. Namun sebelum porseni dilaksanakan, kami mendapatkan pelatihan yang dilaksanakan seminggu 2x selama tiga bulan. Aku terpilih untuk mengikuti lomba puisi dan olahraga bulutangkis. Kami diajarkan teknik-tekniknya agar bisa tampil dengan baik dan tidak mengecewakan. Ini merupakan bekalku hingga lanjut ke sekolah yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu, kemampuanku semakin terasah dan rasa percaya diriku semakin baik. Alhamdulillah beberapa kejuaraan sempat diraih, hingga akupun saat SMP  bisa terbawa kegiatan perkemahan Jambore Nasional di Cibubur Jakarta tahun 1991 kemudian saat SMEA kembali mengikuti kegiatan perkemahan Pertisaka Nasional di Cibubur Jakarta tahun 1992 setelah itu aku dipercaya menjabat sebagai ketua pramuka penegak dan pandega Kabupaten Kuningan. Ini merupakan pengalaman berharga bagiku untuk terus maju.

Karena kondisi orangtuaku yang pas-pasan dengan jumlah anak yang lumayan banyak sementara untuk kuliah butuh biaya besar, aku mengalah dan tidak mau membebani orangtuaku untuk membiayaiku kuliah. Setamat SMEA aku bekerja di PT Wicaksana, setelah itu baru kuliah dengan biaya sendiri dan mengambil jurusan Manajemen Ekonomi.  Namun sayang, di semester lima tahun 1998, aku berhenti kuliah karena kekasihku, Yuda Parsudia mengajakku menikah. Aku sudah putus harapan dan tidak pernah berangan-angan untuk bisa melanjutkan kuliah lagi, karena tugas suamiku untuk sekolah, membutuhkan biaya yang lumayan besar setelah itu pindah ke Batalyon 303 Cikajang Kostrad Garut dan mulailah kehidupanku sebagai anggota persit kartika chandra kirana yang penuh dengan aktivitas. Harapanku untuk kuliah semakin tenggelam. Aku sudah melupakannya seiring dengan kesibukanku di kantor suami dan mengurus rumahtangga dengan dua anak.

Tahun 2007, kabut gelap menyelimuti keluargaku. Anakku yang baru lahir dan berumur 20 hari meninggal dunia karena kedinginan. Saat itu, Garut masih sangat dingin tidak seperti sekarang. Saat anakku meninggal, aku sempat sakit  dan divonis kanker darah.  Aku terpuruk karena kepedihanku ditinggal oleh anakku. Namun di tengah kepedihanku,  aku dikunjungi istri anggota persit juga yang bernama Lilis Dewi Ratnasari. Dia menghiburku dan mengajakku untuk kuliah. Awalnya aku menolak karena aku tak tahu arah tujuanku selanjutnya. Apalagi kondisiku yang kurang baik. Di kantor suamiku, akupun terkucilkan karena mereka takut tertular oleh penyakitku. Namun, Lilis Dewi terus merayuku dengan harapan agar aku tidak banyak melamun dan bisa sembuh dari sakitku.

Aku utarakan niatku untuk melanjutkan kuliah lagi. Namun suamiku tidak mendukungnya. Dengan alasan, takut teman-teman di kampus mengucilkanku dan sakitku bertambah parah. Aku tahu kekhawatiran suamiku dan kasih sayangnya padaku. Namun, jika aku di rumah terus, aku yakin ……penyakitku akan terus menggerogotiku. Karena aku tahu, ini bukan penyakit biasa, karena sebenarnya bukan ragaku yang sakit, akan tetapi hatiku yang sakit karena belum ikhlas dengan kepergian anakku.

Akhirnya aku putuskan kuliah lagi, tanpa tes dll, aku bisa masuk kuliah jurusan Bahasa Indonesia di STKIP Garut,  itupun sebenarnya terlambat. Namun,  karena kuasa Allah Rektor kampus mengijinkan. Karena saat itu sudah bulan oktober dan siap-siap mau UTS, aku baru masuk. Banyak tantangan yang harus aku hadapi setiap akan pergi kuliah, mulai dari ijin suami, kegiatan di kantor suami bahkan anak-anakku yang masih kecil. Aku kadang harus merengek seperti anak kecil, memohon ijin dari suamiku untuk berangkat kuliah; aku juga harus menutup kupingku, dari celaan ibu-ibu persit lainnya karena aku ijin tidak ikut kegiatan, bahkan aku harus membawa kedua anakku ikut serta ke kampus, saat aku kuliah. Aku suruh mereka bermain di luar kelas, dan aku berikan mereka bekal makanan. Inilah perjuanganku untuk memperoleh ilmu dan kesembuhan dari penyakitku.

Alhamdulillah kesibukan di kampus dan tugas-tugas kampus membuatku seakan terhanyut di dalamnya. Aku lupa, jika aku menderita kanker darah. Selain itu, akupun mendapatkan nasihat dari para pengurus DKM Batalyon 303, agar aku belajar sedikit demi sedikit untuk mengikhlaskan kepergian anakku.  Karena penyakit awalnya bersumber dari hati, jika hati kita sakit, maka jiwa dan raga kitapun sakit. Aku sudah tidak berobat lagi setelah tiga bulan kuliah. Aku tinggalkan 33 butir obat yang harus aku minum setiap hari pagi, siang dan malam. Aku mulai sadar jika semua milik Allah akan kembali ke Allah.

Kuasa Allah takada yang tahu, tiga bulan kemudian, aku ditawari untuk mengajar di Kecamatan Cigedug tepatnya di MTS Daaruttaqwa. Pengalamanku di masa lalu untuk berbicara di depan umum menjadi bekal utamaku dalam mengajar. Semuanya aku jalani tanpa pikir panjang, niatku hanya ingin sembuh dan mengamalkan ilmu yang aku miliki. Saat itu teman bilang, jika di sana membutuhkan guru Bahasa Indonesia, tapi masalahnya, guru-guru di sana di gaji jika ada, jika sekolah tidak ada uang, yah… kami harus ikhlas beramal.

Jarak rumah ke sekolah itu sekitar 1 jam, lumayan jauh. Tapi aku tekuni terus dan aku berusaha mengajar yang terbaik. Aku takpernah memikirkan bayaranku. Dalam hatiku hanya ingin melupakan  kepedihan ditinggal anakku dan aku terhibur oleh murid-muridku di Sekolah.

Waktu terus berlalu, hingga akhirnya tibalah saatnya aku  wisuda S1. Sesaat sebelum wisuda, ada pengumuman pemberkasan sertifikasi. Aku ikut mengajukan dan Alhamdulillah  lulus. Mungkin ini jalan dari Allah untuk mengabdikan diriku di dunia pendidikan. Semua diluar rencanaku, akan tetapi Allah lebih tahu apa yang terbaik untukku.

Tahun 2011 aku ikut PLPG. Saat itu aku baru melahirkan anakku yang ke empat. Aku melahirkan di cesar, sehingga tidak boleh terlalu capek. Namun, hal itu tidak mungkin, karena saat PLPG  banyak tugas yang harus aku kerjakan, di samping mengurus bayi kecilku walaupun ada pengasuhnya.

Waktu berjalan terus, setelah PLPG sertifikasi yang seharusnya milikku cair, ternyata tidak, hampir tiga tahun aku menanti dengan penuh harap, akan tetapi jawaban dari Mapenda Garut selalu bilang, sabar…dan sabar terus, hingga akhirnya aku putuskan mengurus sendiri ke Departemen Agama di Jakarta. Padahal saat aku ke Jakarta, diketahui masalahnya hanya penulisan NUPTK saja yang kurang satu angka yang  membuat sertifikasi guru honorer harus digantung hingga tiga tahun. Masalah sepele yang tidak bisa diselesaikan oleh Mapenda Garut dan Kanwil Jabar. Orang yang mengurus sertifikasi di Jakartapun geleng kepala, mengapa masalah ini saja, harus gurunya langsung yang datang ke Jakarta baru beres.

 Semua aku ambil hikmahnya saja. Aku bersyukur masih bisa menikmati sertifikasi ini. Saat S1 nilai IPK ku 3, 47, sehingga dosen-dosen menyaranku melanjutkan kuliah S2. Namun aku berpikir dulu karena suamiku harus sekolah kembali dan pindah tugas ke beberapa daerah, termasuk Makasar. Saat di Makasar sempat terpikir melanjutkan S2, akan tetapi suami keburu pindah lagi ke Jakarta, dan aku kembali ke Garut melanjutkan aktivitasku sebagai guru honorer.

Di sinilah keinginanku kembali muncul untuk melanjutkan S2, apalagi Dosenku, Dr. Agus  Hamdani, M.Pd terus menyemangatiku untuk melanjutkan S2. Alhamdulillah akupun mendapatkan ijin dari suami untuk melanjutkan kuliah lagi di IPI Garut dan aku mendapatkan IPK, 3,78, ini luar biasa dan diluar perkiraanku. Aku bersyukur dengan semua anugerah yang Allah berikan, karena hingga saat ini aku diberikan kesehatan dan kebahagiaan bersama orang-orang yang selalu mendukung dan mencintaiku untuk selalu mengabdikan diriku di dunia pendidikan. Dan kini aku mengajar di MA Miftahul Anwar Bayongbong serta menjadi dosen di STAIDA Muhammadiyah Garut.

Keikhlasanku berbuah manis, pemikiranku semakin luas dan aku semakin haus akan ilmu. Aku ingin menulis dan terus menulis. Dosen di kampusku sekaligus Rektor S2 IPI Garut, Dr Asep Nurjamin, M.Pd  memperkenalkanku ke Ibu Erni dan Ibu Erni memasukkanku ke grup tantangan menulis, hingga akhirnya bertemu dengan Om Jay dkk yang terus menyemangatiku dan memberikan ilmunya kepadaku.

Terima kasih semuanya yang telah mendukungku.

MENTARI 'KAN PENUHI JANJI

 

MENTARI ‘KAN PENUHI JANJI

RESOLUSI HIDUP 2022

Oleh Lilis Ernawati


 

Kukuruyuk suara ayam mulai terdengar bersahutan. Membangunkan seisi alam yang sedang terlelap dalam tidur panjang. Matahari perlahan mulai keluar dari haribaannya, dengan penuh malu membukakan matanya, menyinari alam semesta.

Musim telah berganti kini, pandemic covid-19 telah mengubah semua kebiasaan makhluk bumi. Biasanya saat bangun di pagi hari semua orang segera berhamburan mengambil air wudhu dan memenuhi masjid, untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Kini, hanya beberapa orang saja yang masih setia mengunjungi rumah Illahi, sambil bermasker dan menjaga jarak dengan sesama jamaah. Dulu, saat bertemu dengan teman,   sanak saudara dan handaitulan kita meluapkan kebahagiaan dengan berjabat tangan bahkan berpelukan, cipika cipiki dan tertawa riang. kini hanya dengan menyatukan kedua telapak tangan dan meletakannya di dada saja sebagai pertanda bahwa kita welcome terhadap mereka.

“Rembulan, ayo bangun nak,”panggilku sambil membangunkan bulan yang masih tertidur nyenyak, sementara itu Yuliani dan Barokah sudah bersiap-siap hendak mandi. Walaupun mata mereka masih lengket dan terpejam, akan tetapi, langkah kakinya berjalan gontai menuju kamar mandi. Saat hampir sampai, merekapun berlarian, memilih kamar mandi sesuai dengan favorit mereka. Kamar mandinya sama sih, hanya beda sedikit saja, kamar mandi yang di sebelah kanan  menggunakan waterhiter.

“Kamu mengalah dong kak, “kata Barokah kepada kakaknya, Yuliani.

“Gakmau, aku dingin. Pengen mandi air hangat,”jawab Yuliani ketus.

“Abang kan laki-laki, tak baik terlalu sering mandi air hangat, “kataku mengingatkan. Karena kata dokter jika laki-laki terlalu sering mandi air hangat, nanti tingkat kesuburannya berkurang.

Dengan wajah ditekuk terpaksa Barokah mengalah, dalam hatinya menggerutu,”Awas  aja yah kak, kalau nanti bekal  sekolah kurang aku mau minta bekal kakak lagi,”ucap Barokah dalam hati karena Yuliani kalau di sekolah, depan teman-temannya akan bersikap baik dan murah hati kepada adiknya, maklum jaga image he..he..

Hari ini anak sekolah sudah mulai belajar full, walaupun jam pelajarannya masih 75%. Aku harus mengantar  si Bungsu. Perubahan sistem pembelajaran membuat anak-anak harus kembali menyesuaikan diri dan  guru-guru harus terus memantaunya, karena selama ini anak-anak lebih banyak belajar menggunakan gawai, sehingga butuh waktu untuk penyesuaian kembali. Begitupun halnya dengan diriku yang mempunyai pekerjaan sebagai seorang ibu rumah tangga merangkap pengajar di sekolah Madrasah Aliyah, harus mulai menyesuaikan kegiatanku, di samping kegiatan di kantor suamiku yang sewaktu-waktu harus aku hadiri.

Saat pandemic Covid-19 beberapa kegiatan sering berbenturan karena alokasi waktu pembelajaran yang dilakukan secara bergantian dan berubah-ubah. Aku yang harus mengurus semua keperluan rumah tangga termasuk mengantar anak-anak sekolah, kadang merasa lelah karena beban moral dan mental menghimpitku. Perjalananku ke tempatku mengajar memakan waktu satu jam, belum lagi jika macet, sementara akupun pagi-pagi harus mengantar anakku yang bungsu sekolah jika  mendapatkan shift pagi. Nah kalau shift siang, dan jadwalku masih di sekolahku mengajar, pikiranku menjadi kacau. Karena jika si Bungsu  Rembulan, naik mobil umum suka was-was takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Belum lagi jika si bungsu Rembulan, yang kadang-kadang moodnya suka jelek, sehingga menghambat kegiatanku, karena di satu sisi aku khawatir dengan anak-anakku dan di sisi lain, aku merasa bersalah karena tidak memperhatikan murid-muridku di sekolah. Masa pandemic telah membuatku sering terlambat datang ke sekolah, karena alasan anak. Sehingga kadang jam istirahat aku masih di kelas untuk memeriksa buku tugas anak-anak yang kuberi tugas sebelum aku sampai ke sekolah. Hal ini cukup melelahkan, karena harusnya jam istirahat, aku masih saja berkutat dengan pekerjaanku. Apalagi mata pelajaran yang aku ambil adalah Bahasa Indonesia, sehingga aku mau tidak mau harus memeriksa tulisan murid-muridku dengan jeli karena Bahasa Indonesia harus memperhatikan cara penulisan, EYD, keefektifan kalimatnya serta tanda baca yang lainnya. Semoga di tahun 2022 ini, aku bisa ke sekolah lebih awal, bisa maksimal mengajar dan memperhatikan murid-muridku dengan baik, karena terus-terang saja, jiwa keibuanku tak bisa memungkiri jika aku akan lebih memilih memperhatikan anak-anakku di bandingkan murid-muridku, sehingga setiap kegiatan di sekolah, baik itu karya wisata maupun kemping dll, yang dilaksanakan hari jumat, sabtu dan minggu takbisa aku ikuti, karena sabtu dan minggu anak-anakku libur sekolah, secara otomatis membutuhkan perhatian orangtuanya, begitupun dengan suamiku yang pulang kerja dan membutuhkan pelayanan serta merindukan kebersamaan.

Saat pergi ke sekolah. aku tidak terlalu mengkhawatirkan anak-anakku yang sudah besar karena kadang mereka memakai kendaraan masing-masing dan sudah mengerti apa yang harus mereka siapkan dan lakukan.

Di tahun 2022 ini aku berharap agar pembelajaran di sekolah kembali normal, walaupun harus tetap menjaga jarak dan pola hidup sehat sehingga aku bisa mengatur jadwalku dengan baik dan tidak ada pihak yang dirugikan. Karena jika masih belum ada kepastian, di shift dan dikurangi jam belajarnya, aku bingung  dalam pengaturan jadwal di tempat aku mengajar. Pasti harus ada yang dikorbankan. Dan ini adalah dilema hidupku. Di satu sisi aku ingin terus mengajar, akan tetapi di sisi lain suamiku tidak setuju jika kegiatanku di luar menyita waktuku mengurus rumah tangga. Aku tahu sebenarnya dia sayang padaku, dia tidak mau aku terlalu lelah dan terbebani oleh pekerjaan di luar. Karena baginya mencari nafkah adalah kewajibannya. Aku mengerti itu dan bukan maksudku ingin membangkang padanya atau merasa kurang dengan apa yang diberikannya, karena sebagai manusia normal berapapun rejeki yang Allah berikan jika tidak disyukuri maka akan merasa kurang dan kurang terus, seperti peribahasa ibarat meneguk air laut, semakin diteguk semakin haus. Tapi aku pikir, selama aku masih bisa membagi waktu, mengapa tidak? Aku ingin berbagi ilmu dan pengalaman yang aku miliki selama ditempa di bangku pendidikan. Oleh karena itu, di awal tahun ini aku persiapkan sebaik mungkin bagaimana caranya agar pekerjaanku tetap berjalan sesuai dengan harapan, anak-anakkupun terperhatikan dan suamiku tetap nyaman. Ini pekerjaan yang cukup berat, karena butuh memutar otak 360 derajat, di sisi lain usiaku pun semakin bertambah, sehingga kondisi fisikku sudah tidak sekuat dan secekatan dulu lagi. Ya Allah, semoga engkau sehatkan aku, dan berikan padaku keyakinan jika aku mampu melaksanakan semua kewajibanku dan angan-anganku untuk terus berkarir, menuntut ilmu dan berbakti kepada orangtua dan suami serta takpernah lelah membimbing anak-anakku menjadi anak-anak yang soleh dan solehah. Amin Yra.

Kuawali niatku disaat liburan natal dan tahun baru, di sela kesibukanku mengikuti kegiatan di kantor suamiku di Bogor dan kunjungan ke saudara-saudara di Kuningan Cirebon, aku juga disibukkan dengan membuat modul dan materi pelajaran, dengan harapan saat masuk sekolah nanti, aku tidak dikejar-kejar dengan pekerjaan menyiapkan media pembelajaran. Aku ingin, murid-muridku merasa puas dengan materi yang aku siapkan dan ilmu yang aku miliki bisa aku tularkan kepada mereka sebagai bekal mereka suatu hari nanti.

Seiring berjalannya waktu, di tahun 2022 ini, ingin rasanya aku bisa merengkuh kembali anak-anakku seperti mereka kecil dulu. Gawai, telah membuat jarak diantara kami, semua sibuk dengan teman, permainan dan informasi yang mereka minati. Kepedulian terhadap lingkungan terasa tak berarti, seakan-akan kita takakan mati dan takakan merepotkan orang di sekelilingnya jika terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan kepada kita suatu hari nanti.

Hari ini, seperti biasa di hari jumat, sabtu dan minggu, suamiku pulang dari pekerjaannya di Bogor. Kami semua senang, dan berusaha menggunakan hari-hari tersebut untuk kebersamaan kami, merekatkan tali kasih dan perhatian diantara semua anggota keluarga, harapanku semoga di tahun 2022 ini, kami masih diberikan kesehatan, kebahagiaan dan umur yang barokah agar kami tetap bisa berkumpul bersama menjalankan ibadah, belajar, menonton tv atau sekedar mabar dengan menu alakadarnya yang menjadi favorit keluarga kami.

Awal tahun 2022 menjadi tonggak utama niat hatiku  bisa menjadi lebih baik lagi, sebagai seorang ibu dari ketiga anak-anakku yang harus selalu disayang, diperhatikan dan dibimbing agar mereka menjadi  anak-anak yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan orangtua. Tak banyak yang aku inginkan di tahun ini, selain kerukunan, kebahagiaan, kesehatan dan keselamatan orang-orang yang kucintai. Kalaupun aku tetap mendapatkan ijin untuk terus berkarir, semoga aku bisa membagi waktu sebaik mungkin dalam berbagi ilmu dan angan-anganku kini adalah kenyamananku dalam menulis, aku harus bisa menghasilkan buku-buku karyaku sebagai kenangan di masa hidupku sehingga andai Tuhan memanggilku, telah kukembalikan ilmu yang kudapat dalam curahan bukuku untuk dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang.  Semangat sehat selalu……semoga cinta dan kerinduan hati ini tetap tertanam dalam kalbu dalam menjalankan kewajibanku sebagai makhluk yang harus taat selalu kepada sang pencipta, pemberi semua kehidupan dan kenikmatan, orangtua pemberi cinta kasih, suami pendamping di kala susah dan senang serta anak-anak soleh dan solehah yang akan menjadi bekal suatu hari nanti dan orang-orang sekeliling kita yang selalu mengingatkan dalam kebaikan yang akan menambah pahala dan meringankan dosa kita, juga taklupa semoga selalu dilapangkan rejeki dan hati untuk bisa terus berbagi baik berupa material maupun spiritual dengan orang-orang di sekeliling kita.

OPENING CEREMONY KELAS MENULIS ANGKATAN 23 DAN 24

 OPENING CEREMONY KELAS MENULIS ANGKATAN 23 DAN 24


Nama     :     Lilis Ernawati, M.Pd

Tanggal  :  15  Januari 2022



Malam ini tak seperti biasanya langit cerah dan udarapun terasa biasa saja. takada dingin ataupun gerah. bagi yang mempunyai acara jalan-jalan malam mingguan rasanya cocok banget. Namun sayang, langit cerah, tak membuatku tergoda untuk keluar rumah. Karena malam ini aku ada janji pada diriku sendiri untuk mengikuti zoom ceremony pembukaan kelas menulis angkatan 23 dan 24.

Sebelumnya aku pernah mengikuti juga, akan tetapi terlambat he..he...aku baru mengenal grup ini di angkatan 22 pas pertemuan ke 20. Jadi hanya beberapa resume saja yang sempat aku buat, itupun asal bikin, karena taktahu aturannya. aku hanya melihat dan membaca punya orang dan menyimpulkan sendiri, jika membuat resumenya seperti itu. Yah,...semoga saja para admin mengerti dan memahami karena aku taktahu aturan dari awalnya

Makanya dipertemuan kali ini, aku benar-benar standby mendengarkan Om Bryan, Pak Dail, Ibu Aam, Om Jay, Ibu Widya dan senior-senior lainnya dalam memberikan informasinya. Dalam kegiatan ini diikuti kurang lebih sekitar 125 orang, lumayan banyak sih.

Di tengah rasa pusing, batuk dan pilek yang sedang aku alami, aku berusaha tetap fokus memerhatikan Om Jay yang memberikan sambutan. Selanjutnya Ibu Aam menyampaikan rencana materi dan narasumber yang akan disampaikan selama kegiatan Menulis nanti antara lain Om Jay, Ibu Kanjeng, Ibu Rita, Ibu Maesaroh, Ibu Nora, Ibu Aam, Ibu Nita, Pak Dedi, Om Bryan, Pak Dail, Pak Bambang  dkk sebanyak 30 narasumber. selanjutnya penyampaian  aturan yang harus di jalani saat pembuatan resume nanti yang disampaikan oleh Om Bryan.

Om Bryan  menyampaikan jika aturan kelulusan nanti adalah minimal memberikan resume sebanyak 20 resume dengan menggunakan bahasa sendiri, jangan copy paste dan berupa narasi. selain itu para peserta akan dianggap lulus jika bisa menerbitkan buku karya sendiri.  Peserta yang lulus akan diberikan sertifikat 40 Jtm. Kegiatan ini akan diadakan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat yang akan dimulai pukul 19.30  Wib hingga pukul 21.00. Wib pada hari senin 17 Januari 2022.

Selama kegiatan ini, kita akan diperkenalkan dengan para penerbit mayor dan indie. perbedaan penerbit mayor dan indie terletak dari tingkat nilai jual yang kemungkinan dapat diraih penerbit. Makanya untuk penerbit mayor, para penulis akan berbiaya karena apapun judul bukunya pasti akan terbit, sedangkan jika kita mencoba ke penerbit indie, maka akan melalui proses penyortiran. Jika buku tersebut layak dijual, maka penerbit Indie akan menerimanya. Sedangkan jika tidak, yah...begitulah ditolak secara halus he..he..

Makanya untuk awal-awal menulis, yang dipilih adalah penerbit Mayor, intinya yang penting kita pede aja dulu deh dalam menulis dan menerbitkan buku ber ISBN.

Ada beberapa peserta yang masih bingung cara membuat blog dan apa saja yang akan di tulis diblog. Dan  Om Bryan  mengajarkan bagaimana cara membuat blog, memasukkan gambar dan mempublishnya.

Seperti yang dikatakan Ibu Mafrudah dari MTsN  6 Bantul yang menjadi peserta pertama lulus angkatan 22, bahwa menulis itu asyik walau sedang sibuk sekalipun,  kita harus punya komitmen bahwa tujuan kita menghasilkan sebuah karya. kita akan ketagihan dan ketagihan terus saat telah asyik menulis. tipsnya agar kita mencapai target, jangan menunda membuat resume. karena kalau sudah terlewat, akan susah dan malas lagi. Makanya begitu selesai kegiatan Menulis ini, kita usahakan satu buku solo selesai. selain mengikuti kelas menulis, Ibu Mufridah juga mengikuti kelas GMLD.  Beliau juga  dapat  menulis    dua buku solo  berjudul   Strategi Jitu Menulis dan Menerbitkan Buku dan  Magnet dan Etika Literasi Digital  yang disponsori oleh Kominfo dan satu buku antologi. 

menurut Ibu Mafrudah, kita akan meninggalkan warisan yang dapat di baca oleh anak cucu kita dengan menulis. Begitun halnya dengan   Ibu Widya yang lulusan pertama angkatan 21 juga sudah memiliki buku kumpulan puisi berjudul laras-laras. Ibu Widya membacakan salah satu puisi yang ada dalam bukunya yang berjudul Aku mencintaimu


fiorentia viviane lesmana