Pengikut

Jumat, 28 Januari 2022

PUASKAN DAHAGAMU DENGAN SYUKURMU

 PUASKAN DAHAGAMU DENGAN SYUKURMU



Matahari begitu terik terasa membakar kulitku. Panas, gerah dan haus menghujam tenggorokanku. Dengan langkah gontai kuayunkan kaki ini menuju kantor tempat aku akan di wawancarai.

Aku gadis desa yang baru menginjakkan kakiku lagi ke Ibukota ini setelah sekian lama, tak pernah kutelusuri. Dulu, saat aku kecil, pamanku sering membawaku ke kota ini, sekedar untuk pergi jalan-jalan ke Ancol atau ke Taman Mini.

Namun kini suasananya berbeda, ibukota semakin indah, sementara aku semakin gundah karena tak tahu kendaraan apa yang harus aku naiki menuju arah tempatku tes wawancara. Kubertanya kepada kernet mobil angkutan di terminal itu. Alhamdulillah dia mau memberitahuku.

Sesampainya di alamat kantor tersebut, aku terperangah melihat gedung yang begitu tinggi, megah dan mewah. Kulangkahkan kakiku ke dalamnya. Saat baru masuk kantor itu, aku dimintai KTP dan ditukar dengan kartu penunjuk, jika aku adalah TAMU. 

Aku bingung, saat aku lihat, bahwa aku harus tes wawancara di lantai 24. Bagaimana aku menaiki tangga demi tangga yang begitu banyak. Kulihat orang-orang mengantri di depan sebuah pintu yang bertuliskan angka-angka. 

Aku berusaha tenang, dan sebisa mungkin tidak menampakkan diriku sebagai gadis ndeso. Kulihat mereka menekan angka tujuan mereka, akupun ikut serta. Kutekan angka 24. Di pojok ruangan ini, ada sepasang mata melihatku seakan penasaran dengan diriku. Aku diam saja, dan pura-pura tidak tahu. Pamanku bilang, di Jakarta kita tidak boleh percaya kepada siapapun begitu saja, banyak orang jahat di sekitar kita yang bertampang rapi dan keren. 

Saat pintu berbunyi dan angka 24 terlihat mati, aku buru-buru keluar, takut ketinggalan dan terbawa terus ke lantai yang lainnya. Sesampainya di lantai 24, aku menghadap resepsionis dan kukatakan jika akan tes wawancara. Aku disuruh duduk menunggu, diantara sekian banyak orang yang sepertinya sama, akan tes wawancara juga. Namun sekilas aku melihat sosok yang tadi dipojok menatapku, masuk ke ruangan itu tanpa lapor ke resepsionis, malah semua karyawan disitu langsung menundukkan kepala dan mengucapkan salam.

Dalam hati aku menyangka, pasti dia orang yang punya jabatan di kantor ini. Namun saat aku melihat tatapannya tadi, aku sedikit was-was. Tatapannya tajam, dan dingin. menyeramkan.

Satu-persatu, peserta tes dipanggil oleh resepsionis, dan kini giliranku. Aku deg-degan dan was-was. Jantungku berdebar semakin tidak beraturan. Aku berusaha tenang. Kulangkahkan kakiku dengan penuh percaya diri. Saat aku masuk keruangan itu, aku ucapkan salam, dan orang di kursi itupun menjawabnya dengan suara yang hangat, lembut dan penuh kasih sayang. Saat orang tersebut membalikkan kursinya, ......ooh tidak. ternyata dia lelaki itu. Lelaki yang aku kira mungkin saja akan berbuat jahat, tapi ternyata begitu hangat.

Aku masih tertegun berdiri, menunggu dia mempersilakanku duduk. Dan saat dia mempersilakanku duduk, aku berusaha tenang, kutarik napasku berlahan agar aku siap saat  diwawancarai.

Satu demi satu pertanyaan bisa aku jawab, dan dipenghujung wawancara, lelaki perlente ini mengulurkan tangannya dan mengucapkan, "selamat bergabung di perusahaan ini, besok kamu sudah mulai bisa masuk,"ucapnya sambil tersenyum manis.

Ya Tuhan, saat itu jantungku seperti berhenti berdetak, tak percaya menerima takdir ini. Laki-laki yang menyeramkan itu menjabat tanganku dengan lembut dan hangat, dengan senyum manis di bibirnya, sungguh aku terpesona oleh ketampanannya, dadaku sesak sesaat menerima uluran tangannya ini ditambah lagi  berita yang kudengarpun sangat membahagiakanku, oooh,.....aku akan sekantor dengannya....ingin rasanya aku berteriak sekencang-kencangnya. Namun itu tak mungkin aku lakukan karena akupun masih punya perasaan.

Kubalas ucapannya dengan ungkapan terimakasihku, dan kuijin pulang untuk memberitahukan berita ini kepada keluargaku.

Dengan langkah yang tergesa-gesa, kuhampiri ruangan tadi yang ada angkanya, orang bilang itu namanya lift atau apalah, aku tak peduli. pokoknya aku ingin cepat pulang. Sesampainya di lantai dasar, kuambil KTP ku dan kutukar kartu TAMU itu. 

Aku keluar gedung megah itu, rasanya haus sekali. Kuhampiri penjual kaki lima, akan tetapi, air mineral habis, yang ada hanya teh pucuk saja. Tak apalah, aku bersyukur masih bisa meneguk air ini, walaupun sebenarnya aku tidak begitu suka, akan tetapi air ini telah melepaskan dahagaku dan sesak di dadaku. 

Kuberhentikan angkot jurusan Tanah abang yang menuju rumah pamanku, dan kunaiki segera. Namun sayang, angkot ini sering sekali berhenti. Padahal udara semakin panas terasa. Kubuka jendela angkot dan kukibas-kibaskan tanganku. Panas sekali. 

Karena sering berhenti, perjalananku menuju rumah paman,  lama sekali. Dan yang paling menyebalkan adalah, angkot ini hanya sampai bawah jembatan. Padahal rumah paman berada di ujung atas jembatan. Ya Tuhan, tega sekali bapak angkot ini. Aku yang tidak terbiasa memakai sepatu hak, berjalan dengan perlahan, ada perih terasa di kakiku, sepertinya lecet, akibat sepatunya yang masih kaku karena baru.

Kutelusuri jalanan diantara panasnya siang Ibukota. Haus melandaku, sepanjang jalan itu banyak berjejer kaki lima menjual makanan dan minuman dingin. Duh ,...aku ingin sekali membelinya , ada sisa uang recehan kembalian angkot tadi, Rp 2000,- . ooh,...gakmungkin bisa kudapat minuman itu. Rasa haus semakin menggodaku. Aku berusaha bertahan, karena uang sisa itu adalah uang terakhir untuk  meneruskan naik angkot jurusan Tanah Abang Atas. 

Aku hanya bisa melihat orang di depanku meminum air dingin dengan segarnya, air mineral berselimut embun, eeeehm,...segar sekali sepertinya. tak sadar air liur di tenggorokanku ikut menyusuri lorong-lorong kering yang merindukan siraman air dingin. 

 Andai uang ini aku belikan air mineral gelas, cukup. Namun, aku pulang harus berjalan kaki, hal ini akan menambah luka di kakiku. Kupandang Teh pucuk yang sedari tadi tak kuhiraukan. Sepertinya Teh Pucuk ini merasa bersedih karena dia seakan tak berarti dan takbisa menghilangkan dahaga yang sedang melandaku, ku teguk perlahan, kunikmati setiap tegukan teh pucuk ini,...nikmat sekali. 

Kusyukuri apa yang kumiliki, karena teh pucuk inipun ternyata bisa mengobati dahagaku kini. Biarlah air mineral  dingin itu menggoda pandanganku, karena rejekiku hari ini adalah apa yang aku bisa nikmati , bukan yang sekedar aku pandangi saja. 

9 komentar:

  1. luar biasa tulisannya, sangat menginspirasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimaksih om jay,..mohon bimbingannya terus. salam literasi

      Hapus
    2. Mantap,,,keren,, tetap semangat

      Hapus
  2. Bagus ceritanya bu. Semangat buat kita semua ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih bu,...salam literasi,..semangat. kita pasti bisa

      Hapus
  3. Gaya bahasanya keren Bu.
    Sukses selalu Bu🥰

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih bu,...masih belajar terus ....salam literasi

      Hapus
  4. Ahay itu bagian dari rasa syukur tingkat tinggi

    BalasHapus
  5. yeeees.....jangan tergoda rumput hijau tetangga.....karena mungkin saja banyak ulatnya....salam literasi

    BalasHapus

fiorentia viviane lesmana