MANISLOR, DESA PENGGERAK DONOR DARAH DAN DONOR MATA
Ini
adalah desaku, Manislor. Tepatnya berada
di Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Desa dengan sejuta kenangan dan keindahan. Desa tempatku
dilahirkan dan dibesarkan. Desa tempat leluhurku menetap dan disemayamkan. Desa
Manislor berada di bawah kaki Gunung Ciremai.
Tempat ini, dulu saat aku masih kecil, sangatlah dingin. Sungai-sungai
dialiri oleh air yang jernih dan deras, sehingga sering di pakai mencuci dan
mandi warga sekitar. Saat kecil, jika libur sekolah aku suka ikut dengan ibuku
ke Cinyungsu atau ke Cikaler. Di Cikaler
ada dua aliran sungai. Yang di bawah airnya deras dan yang atas airnya kecil,
sehingga kami biasa mandi dan mencuci di sungai yang di atas. Dua-duanya
sama-sama air dari mata air Gunung Ciremai. Sedangkan di Cinyungsu airnya
berasal dari mata air pohon-pohon besar di sekitar itu, sehingga membentuk
sebuah kolam yang jernih yang bawahnya dihiasi bebatuan dan pasir yang bersih
serta ikan-ikan kecil yang lucu-lucu dan menggemaskan.
Sebelum
mandi dan mencuci biasanya aku dan teman-teman sebayaku sering mencari udang
yang bersembunyi di bawah bebatuan kecil, atau mencari belut dan ikan gabus
dekat sawah. Asyik sekali. Setelah lelah mencari ikan barulah kami mandi,
sedangkan ibu-ibu yang mencuci biasanya
langsung menjemurkan cuciannya di batu-batu besar, sehingga saat anak-anaknya
lelah bermain, cucian mereka yang telah
dijemurpun keringlah sudah. Sedangkan kami, mengikuti jejak mereka, setelah puas
bermain, kemudian kami mencuci pakaian sambil mandi. Setelah itu biasanya kami
menjemur pakaian di atas batu-batu besar sambal berjemur. Bongkahan batu yang
halus dan asyik jika di pakai untuk tiduran, seperti singgasana layaknya.
Katanya itu adalah batu-batu yang terbawa hanyut saat Gunung Ciremai meletus.
Ada air terjun yang asyik jika kami loncati sambal berenang-renang kecil di
aliran air yang cukup deras. Di kiri kanan banyak ditumbuhi pohon-pohon kaso,
dan buah-buahan, yang jika berbuah suka menggoda kami untuk mengambilnya.
Karena tidak ada pemiliknya, semua warga desa kami bebas mencicipinya, dengan
syarat, tidak boleh di bawa pulang, makan sekenyangna di situ.
Kenangan
yang tak akan pernah dilupakan dan takkan pernah bisa dijumpai oleh anak cucuku
nanti. Semuanya hanya tinggal cerita karena aliran sungai itu kini telah
tergerus zaman terbawa modernisasi, ikut kering dan takada kehidupan sungai
yang penuh dengan ikan-ikan dan biota air lainnya. Semenjak kedatangan para
investor, dan mereka membuat pabrik air mineral, serta melakukan pembelian
tanah warga secara besar-besaran yang mereka jadikan sebagai perumahan, villa
dan taman rekreasi, sungai-sungai yang dulu dialiri air yang jernih dan dapat
mencukupi kebutuhan masyarakat dan pertanian, kini menjadi kering dan tak
berguna, kini hanya semak belukar yang menutupi aliran surai itu. Tak ada lagi
orang yang bersenda gurau di sana, takada lagi ibu-ibu yang menjemur pakaiannya
di atas bebatuan besar itu, dan tanaman buah-buahan yang dulu begitu lebat dan
suburpun kini entah kemana.
Dulu
sawah-sawah petani selalu di tanami padi dan ikan . Sehingga penduduk desa kami
tidak pernah kekurangan beras dan ikan. Sedangkan
dijalan setapak pembatas antara pemilik sawah yang satu dengan yang lainnya
biasanya ditanami tomat, cabe, singkong, ubi jalar dan kacang-kacangan. Dan di
setiap sawah, ada saung atau rumah-rumahan kecil terbuat dari jerami, tempat
para petani beristirahat dan makan. Dipojokan saung itu biasanya ada pohon pepaya
atau pisang. Eeehhhmmm,,,,tak terasa air matakupun berlinang, mengingat
kebahagiaan kecilku dulu bersama kakek nenekku yang telah tiada dan kedua orangtuaku yang
dulu masih muda. Mereka telah memberikan kenangan yang begitu indah dan membekas
di hati sanubari ini. Sehingga walaupun kini aku sudah dewasa dan jarang pulang
ke kampung halamanku,akan tetapi kenangan itu tak bisa tergantikan dengan
keindahan alam lainnya yang aku jumpai saat ini di tempat yang berbeda.
Desaku,…pagi
hari ramai oleh suara burung, kambing, sapi
dan ayam, bersahutan menyanyikan lagu alam mengiringi hembusan
angin dan gemericik air di setiap pancuran rumah yang terbuat dari bambu
sebagai pengganti pipa saat ini. Dan jika kodok merindukan hujan, suara kodokpun
ikut mengiringi musik alam. Sementara
itu di sore hari, suara jangkrik dan tonggeret bersahutan, menambah rasa
kagumku akan kebesaran Tuhan.
Desaku
terkenal dengan hasil pertaniannya. Hampir setiap rumah memiliki lahan
pertanian. Sehingga, jika menjual beras di desaku pasti tidak akan laku, karena
produksi beras di desa kami sangatlah melimpah.
Begitupun dengan sayuran dan
umbi-umbian. Di bidang peternakan, hampir setiap rumah memiliki ayam dan
kambing, serta kolam ikan. Sedangkan untuk sapi hanya beberapa orang saja yang
memilikinya. Makanya penduduk desa kami lebih menyukai ikan, terutama ikan
nilem dan ayam kampung.
Namun
kini semua tinggal kenangan karena desa kami telah dikuasai oleh pendatang. Karena
tanah dan persawahan di desa kami sebagian besar telah dijual dan dijadikan
perumahan serta supermarket oleh orang-orang dari luar kampung kami. Apalagi
sebagian besar pemuda di desa kami,
enggan untuk menggarap sawah. Mereka lebih bangga pergi ke kota untuk berjualan
atau bekerja serabutan di kota. Karena bagi mereka, kota lebih menjanjikan
dibandingkan desa. Sehingga kini, beraspun mulai di datangkan dari tempat lain,
sayuranpun yang dulu bisa berbagi dengan tetangga, kini harus kami beli.
Begitupun dengan ayam, ikan, telor dan umbi-umbian. Takada lagi kebersamaan
seperti dulu, saat kami panen raya, makan bersama di sawah dan setelah panen
padi kami jemur di jalanan. Semuanya kami jalani dengan kebahagiaan dan senda
gurau. Tak ada rasa lelah tergambar di wajah kami.
Kini, setiap rumah di pagar tinggi, setiap jendela di pasang teralis besi. Takada lagi anak-anak bermain di halaman tetangga, belajar sambil bercanda. Takada lagi kebiasaan saling berkirim masakan atau makanan khas di tempat kami. Dulu di bulan safar biasanya kami saling berkirim cimplo, jenis makanan berbentuk bulat seperti sorabi tapi dicampur gula merah. Enak sekali. Katanya itu buat menolak bencana, jadi kami harus saling berbagi dengan tetangga. Kalau menurut saya alasan itu sangat masuk akal. Karena dengan saling berbagi dan perhatian dengan tetangga, maka kitapun akan saling menjaga sehingga dijauhkan dari kejahatan dan keributan dengan tetangga. Namun kini, budaya dan adat perkotaan mulai masuk menular ke perkampungan kami. Ingin rasanya bisa mengembalikan lagi adat istiadat orangtua kita dulu, yang walaupun jika dilihat dari tingkat pendidikan, mereka jauh dari kata bertitel sarjana. Namun dilihat dari karakteristik mereka, jelas lebih berpendidikan dan berkemanusiaan dibandingkan dengan generasi saat ini yang katanya berpendidikan tinggi, akan tetapi solidaritasnya minim. Semoga ada perubahan yang terjadi agar bisa menjadi lebih baik lagi dalam menjaga toleransi dan solidaritas sesama warga di desa kami.
Desa Manislor kini di bawah kepemimpinan Bapak Rusdi Sriwiyata, S.PKP mulai berbenah kembali merajut asa berharap dapat terus maju dan bisa mengikuti perkembangan jaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur kebersamaan dan kekeluargaan diantara para warganya serta terus meningkatkan rasa solidaritas agar kerukunan tetap terjaga dan terpelihara walaupun gaya hidup saat ini sudah mulai diluluh lantakkan oleh globasisasi yang salah menerapkan, akan tetapi kekompakkan dan kekeluargaan terus diusahakan terjaga dan terpelihara oleh pimpinan Desa Manislor ini.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penghargaan Muri kepada Desa Manislor sebagai desa siaga calon pendonor mata sukarela tingkat nasional/internasional karena banyak warga desanya yang siap mendonorkan matanya jika suatu saat nanti telah tiada, dan kornea matanya masih bisa dimanfaatkan serta ada yang membutuhkan. Hal ini membuat Bupati Kuningan yaitu Bapak H.Acep Purnama, S.H, M.H. ikut merasa terenyuh dan mendaftarkan diri sebagai relawan pendonor mata, semoga hal ini bisa menular kepada khalayak ramai sehingga rasa kemanusiaan dan rasa saling menyayangi diantara sesamanya semakin tinggi. Adapun tempat pelayanan pendaftaran sukarelawan pendonor mata atau yang membutuhkan donor mata, dapat menghubungi PPMTI Kabupaten Kuningan yang diketuai oleh Kuwu (kepala desa) Manislor, yaitu Bapak Rusdi Sriwiyata.
Desa Manislor selain memiliki sukarelawan donor mata terbanyak, juga melaksanakan kegiatan donor darah secara rutin setiap tiga bulan sekali. Antusias masyarakat desa Manislor sangat tinggi dalam hal ini, sehingga jika ada yang membutuhkan darah dari mana saja dan kapan saja, bisa dilayani karena masyarakatnya siap berbagi dan menolong tanpa pamrih. Silakan tinggal menghubungi aparat desa Manislor yang menjadi kooordinator donor darahnya saja, pasti nanti akan langsung ditindaklanjuti. Kesadaran untuk mendorohkan darah masyarakat di desa ini sudah mendarahdaging karena sudah tertanam berpuluh-puluh tahun lamanya sejak donor darah mulai digembor-gemborkan oleh pemerintah.
Semoga kekompakan berbuah manis, sehingga anak cucu kita ke depannya dapat terus menjaga dan memelihara tali kekeluargaan dan kebersamaan ini serta terus memupuk nilai-nilai kemanusiaan sesuai yang tercantum dalam butir-butir Pancasila.
Desaku kini telah berubah nuansa. Biarlah semua berjalan seperti air yang mengalir mengikuti perkembangan jaman, akan tetapi kita jangan bosan untuk terus menanamkan rasa kekeluargaan, kebersamaan dan solidaritas pada jiwa-jiwa anak bangsa yang akan menjadi penerus kejayaan negeri ini. Semoga warga desa Manislor selalu ada dalam lindungan Allah Swt, sehingga diberikan kemajuan dan kemakmuran hingga akhir jaman.
Cantik dan memesona. Saya ingin ke sana lagi
BalasHapusSiap bunda kanjeng.....ditunggu....kita muncak bareung ha..ha...atau keliling kota menyusuri tempat wisata di kota kuningan
HapusTak terasa air mata mengalir mengenang masa,masa2Indah itu Ceu Lieza,Bersama Kakek ,Nenek,,Ibu dan Bapak twman2Seperjuangan dan Sepermainan,Serta, Guru2dan Sanak saudara ybg ada d sana
BalasHapusKini rumah2 dikampungpun sudah padat...dan kebersamaan sudah mulai berkurng
HapusSebuah desa yang asri. Alhamdulillah saya pribadi masih tinggal di desa dengan hamparan sawah dan gunung menjulang , meski desa tak seasrj dulu kala.
BalasHapusKita syukuri masih diberikan perlindungan Allah dari segala bencana
HapusCantik sekali desanya bu.... Tiluilsannya indah jg bu...
BalasHapusTerimakasih bunda isma
HapusSaat ini hampir semua desa sudah mengalami transformasi. Sedih juga jika dengan keadaan tersebut, lalu meninggalkan budaya leluhur yang bernilai.
BalasHapusBetul bunda.....semuanya telah bertransformasi
HapusCeritanya mengalir indah dan tertata,.. sungguh menginspirasi..
BalasHapusTerimakasih bunda
BalasHapusTerhipnotis saya dengan cara penulisanNYa...seolah saya berada di tempat itu meski belum pernah.Jadi bisa saya bayangkan bagaimana indahnya desa itu. Semoga perubahan yang terjadi tetap membawa kebaikan untuk desa tersebut. Salam literasi
BalasHapusAlam yang indah Bunda...mang benar kenangan indah yang kita alami tak akan dialami oleh anak cucu kita.
BalasHapusMasya Allah cantiknya.Luar biasa penduduknya juga. In syaAllah selalu dijaga Allah SWT. Banyak orang baik disana.
BalasHapusWuih......adem pemandangannya, adem juga baca tulisannya
BalasHapusBu Lilis keren tulisannya, saya jadi merinding terbawa dan ingat kampung halaman.
BalasHapus