Pengikut

Rabu, 26 Januari 2022

DESAKU TERCINTA BERUBAH NUANSA

 

MANISLOR,  DESA PENGGERAK DONOR DARAH DAN DONOR MATA



 


Ini adalah desaku,  Manislor. Tepatnya berada di Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Desa dengan  sejuta kenangan dan keindahan. Desa tempatku dilahirkan dan dibesarkan. Desa tempat leluhurku menetap dan disemayamkan. Desa Manislor berada di bawah kaki Gunung Ciremai.  Tempat ini, dulu saat aku masih kecil, sangatlah dingin. Sungai-sungai dialiri oleh air yang jernih dan deras, sehingga sering di pakai mencuci dan mandi warga sekitar. Saat kecil, jika libur sekolah aku suka ikut dengan ibuku ke Cinyungsu atau ke  Cikaler. Di Cikaler ada dua aliran sungai. Yang di bawah airnya deras dan yang atas airnya kecil, sehingga kami biasa mandi dan mencuci di sungai yang di atas. Dua-duanya sama-sama air dari mata air Gunung Ciremai. Sedangkan di Cinyungsu airnya berasal dari mata air pohon-pohon besar di sekitar itu, sehingga membentuk sebuah kolam yang jernih yang bawahnya dihiasi bebatuan dan pasir yang bersih serta ikan-ikan kecil yang lucu-lucu dan menggemaskan.





  Sebelum mandi dan mencuci biasanya aku dan teman-teman sebayaku sering mencari udang yang bersembunyi di bawah bebatuan kecil, atau mencari belut dan ikan gabus dekat sawah. Asyik sekali. Setelah lelah mencari ikan barulah kami mandi, sedangkan ibu-ibu  yang mencuci biasanya langsung menjemurkan cuciannya di batu-batu besar, sehingga saat anak-anaknya lelah bermain,  cucian mereka yang telah dijemurpun keringlah sudah. Sedangkan kami, mengikuti jejak mereka, setelah puas bermain, kemudian kami mencuci pakaian sambil mandi. Setelah itu biasanya kami menjemur pakaian di atas batu-batu besar sambal berjemur. Bongkahan batu yang halus dan asyik jika di pakai untuk tiduran, seperti singgasana layaknya. Katanya itu adalah batu-batu yang terbawa hanyut saat Gunung Ciremai meletus. Ada air terjun yang asyik jika kami loncati sambal berenang-renang kecil di aliran air yang cukup deras. Di kiri kanan banyak ditumbuhi pohon-pohon kaso, dan buah-buahan, yang jika berbuah suka menggoda kami untuk mengambilnya. Karena tidak ada pemiliknya, semua warga desa kami bebas mencicipinya, dengan syarat, tidak boleh di bawa pulang, makan sekenyangna di situ.



Kenangan yang tak akan pernah dilupakan dan takkan pernah bisa dijumpai oleh anak cucuku nanti. Semuanya hanya tinggal cerita karena aliran sungai itu kini telah tergerus zaman terbawa modernisasi, ikut kering dan takada kehidupan sungai yang penuh dengan ikan-ikan dan biota air lainnya. Semenjak kedatangan para investor, dan mereka membuat pabrik air mineral, serta melakukan pembelian tanah warga secara besar-besaran yang mereka jadikan sebagai perumahan, villa dan taman rekreasi, sungai-sungai yang dulu dialiri air yang jernih dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan pertanian, kini menjadi kering dan tak berguna, kini hanya semak belukar yang menutupi aliran surai itu. Tak ada lagi orang yang bersenda gurau di sana, takada lagi ibu-ibu yang menjemur pakaiannya di atas bebatuan besar itu, dan tanaman buah-buahan yang dulu begitu lebat dan suburpun kini entah kemana.

Dulu sawah-sawah petani selalu di tanami padi dan ikan . Sehingga penduduk desa kami tidak pernah kekurangan beras dan ikan.  Sedangkan dijalan setapak pembatas antara pemilik sawah yang satu dengan yang lainnya biasanya ditanami tomat, cabe, singkong, ubi jalar dan kacang-kacangan. Dan di setiap sawah, ada saung atau rumah-rumahan kecil terbuat dari jerami, tempat para petani beristirahat dan makan. Dipojokan saung itu biasanya ada pohon pepaya atau pisang. Eeehhhmmm,,,,tak terasa air matakupun berlinang, mengingat kebahagiaan kecilku dulu bersama kakek nenekku  yang telah tiada dan kedua orangtuaku yang dulu masih muda. Mereka telah memberikan kenangan yang begitu indah dan membekas di hati sanubari ini. Sehingga walaupun kini aku sudah dewasa dan jarang pulang ke kampung halamanku,akan tetapi kenangan itu tak bisa tergantikan dengan keindahan alam lainnya yang aku jumpai saat ini di tempat yang berbeda.

Desaku,…pagi hari ramai oleh suara burung, kambing, sapi  dan  ayam, bersahutan  menyanyikan lagu alam mengiringi hembusan angin dan gemericik air di setiap pancuran rumah yang terbuat dari bambu sebagai pengganti pipa saat ini. Dan jika kodok merindukan hujan, suara kodokpun ikut mengiringi musik alam.  Sementara itu di sore hari, suara jangkrik dan tonggeret bersahutan, menambah rasa kagumku akan kebesaran Tuhan.

Desaku terkenal dengan hasil pertaniannya. Hampir setiap rumah memiliki lahan pertanian. Sehingga, jika menjual beras di desaku pasti tidak akan laku, karena produksi beras di desa kami sangatlah melimpah.  Begitupun dengan  sayuran dan umbi-umbian. Di bidang peternakan, hampir setiap rumah memiliki ayam dan kambing, serta kolam ikan. Sedangkan untuk sapi hanya beberapa orang saja yang memilikinya. Makanya penduduk desa kami lebih menyukai ikan, terutama ikan nilem dan ayam kampung.

Namun kini semua tinggal kenangan karena desa kami telah dikuasai oleh pendatang. Karena tanah dan persawahan di desa kami sebagian besar telah dijual dan dijadikan perumahan serta supermarket oleh orang-orang dari luar kampung kami. Apalagi sebagian besar pemuda  di desa kami, enggan untuk menggarap sawah. Mereka lebih bangga pergi ke kota untuk berjualan atau bekerja serabutan di kota. Karena bagi mereka, kota lebih menjanjikan dibandingkan desa. Sehingga kini, beraspun mulai di datangkan dari tempat lain, sayuranpun yang dulu bisa berbagi dengan tetangga, kini harus kami beli. Begitupun dengan ayam, ikan, telor dan umbi-umbian. Takada lagi kebersamaan seperti dulu, saat kami panen raya, makan bersama di sawah dan setelah panen padi kami jemur di jalanan. Semuanya kami jalani dengan kebahagiaan dan senda gurau. Tak ada rasa lelah tergambar di wajah kami.

Kini, setiap rumah di pagar tinggi, setiap jendela di pasang teralis besi. Takada lagi anak-anak bermain di halaman tetangga, belajar sambil bercanda. Takada lagi kebiasaan saling berkirim masakan atau makanan khas di tempat kami. Dulu di bulan safar biasanya kami saling berkirim   cimplo, jenis makanan berbentuk bulat seperti sorabi tapi dicampur gula merah. Enak sekali. Katanya itu buat menolak bencana, jadi kami harus saling berbagi dengan tetangga. Kalau menurut saya alasan itu sangat masuk akal. Karena dengan saling berbagi dan perhatian dengan tetangga, maka kitapun akan saling menjaga sehingga dijauhkan dari kejahatan dan keributan dengan tetangga. Namun kini,  budaya dan adat perkotaan mulai masuk menular ke perkampungan kami. Ingin rasanya bisa mengembalikan lagi adat istiadat orangtua kita dulu, yang walaupun jika  dilihat dari tingkat pendidikan, mereka jauh dari kata bertitel sarjana. Namun dilihat dari karakteristik mereka, jelas lebih berpendidikan dan berkemanusiaan dibandingkan dengan generasi saat ini yang katanya berpendidikan tinggi, akan tetapi solidaritasnya minim. Semoga ada perubahan yang terjadi agar bisa menjadi lebih baik lagi dalam menjaga toleransi dan solidaritas sesama warga di desa kami.



Desa Manislor kini di bawah kepemimpinan Bapak Rusdi Sriwiyata, S.PKP  mulai berbenah kembali merajut asa berharap dapat terus maju dan bisa mengikuti perkembangan jaman,  tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur kebersamaan dan  kekeluargaan diantara para warganya serta terus meningkatkan rasa solidaritas agar kerukunan tetap terjaga dan terpelihara walaupun gaya hidup saat ini sudah mulai diluluh lantakkan oleh globasisasi yang salah menerapkan, akan tetapi  kekompakkan dan kekeluargaan  terus diusahakan  terjaga dan terpelihara oleh pimpinan Desa Manislor ini.



Hal ini dibuktikan dengan adanya penghargaan Muri kepada  Desa Manislor sebagai desa  siaga calon pendonor mata sukarela tingkat  nasional/internasional  karena banyak warga desanya yang siap mendonorkan matanya jika suatu saat nanti telah tiada, dan kornea matanya masih bisa dimanfaatkan serta ada yang membutuhkan. Hal ini membuat Bupati Kuningan yaitu Bapak H.Acep Purnama, S.H, M.H. ikut merasa terenyuh dan mendaftarkan diri sebagai relawan pendonor mata, semoga hal ini bisa menular kepada khalayak ramai sehingga rasa kemanusiaan dan rasa saling menyayangi diantara sesamanya semakin tinggi.  Adapun tempat pelayanan pendaftaran sukarelawan  pendonor mata atau yang membutuhkan donor mata, dapat menghubungi PPMTI Kabupaten Kuningan yang diketuai oleh Kuwu (kepala desa) Manislor, yaitu Bapak Rusdi  Sriwiyata.

Desa Manislor selain memiliki sukarelawan donor mata terbanyak, juga melaksanakan kegiatan donor darah secara rutin setiap tiga bulan sekali. Antusias masyarakat desa Manislor sangat tinggi dalam hal ini, sehingga jika ada yang membutuhkan darah dari mana saja dan kapan saja, bisa dilayani karena masyarakatnya siap berbagi dan menolong tanpa pamrih. Silakan tinggal menghubungi aparat desa Manislor  yang menjadi kooordinator donor darahnya saja, pasti nanti akan langsung ditindaklanjuti. Kesadaran untuk mendorohkan darah masyarakat di desa ini sudah mendarahdaging  karena sudah tertanam berpuluh-puluh tahun lamanya sejak donor darah mulai digembor-gemborkan oleh pemerintah. 

Semoga kekompakan  berbuah manis, sehingga  anak cucu kita ke depannya dapat terus menjaga dan memelihara tali kekeluargaan dan kebersamaan ini serta terus memupuk nilai-nilai kemanusiaan sesuai yang tercantum dalam butir-butir Pancasila.

Desaku kini telah berubah nuansa. Biarlah semua berjalan seperti air yang mengalir mengikuti perkembangan  jaman, akan tetapi kita jangan bosan untuk terus menanamkan rasa kekeluargaan, kebersamaan dan solidaritas pada jiwa-jiwa anak bangsa yang akan menjadi penerus kejayaan negeri ini. Semoga warga desa Manislor selalu ada dalam lindungan Allah Swt, sehingga diberikan kemajuan dan kemakmuran hingga akhir jaman.

17 komentar:

  1. Cantik dan memesona. Saya ingin ke sana lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap bunda kanjeng.....ditunggu....kita muncak bareung ha..ha...atau keliling kota menyusuri tempat wisata di kota kuningan

      Hapus
  2. Tak terasa air mata mengalir mengenang masa,masa2Indah itu Ceu Lieza,Bersama Kakek ,Nenek,,Ibu dan Bapak twman2Seperjuangan dan Sepermainan,Serta, Guru2dan Sanak saudara ybg ada d sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kini rumah2 dikampungpun sudah padat...dan kebersamaan sudah mulai berkurng

      Hapus
  3. Sebuah desa yang asri. Alhamdulillah saya pribadi masih tinggal di desa dengan hamparan sawah dan gunung menjulang , meski desa tak seasrj dulu kala.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita syukuri masih diberikan perlindungan Allah dari segala bencana

      Hapus
  4. Cantik sekali desanya bu.... Tiluilsannya indah jg bu...

    BalasHapus
  5. Saat ini hampir semua desa sudah mengalami transformasi. Sedih juga jika dengan keadaan tersebut, lalu meninggalkan budaya leluhur yang bernilai.

    BalasHapus
  6. Ceritanya mengalir indah dan tertata,.. sungguh menginspirasi..

    BalasHapus
  7. Terhipnotis saya dengan cara penulisanNYa...seolah saya berada di tempat itu meski belum pernah.Jadi bisa saya bayangkan bagaimana indahnya desa itu. Semoga perubahan yang terjadi tetap membawa kebaikan untuk desa tersebut. Salam literasi

    BalasHapus
  8. Alam yang indah Bunda...mang benar kenangan indah yang kita alami tak akan dialami oleh anak cucu kita.

    BalasHapus
  9. Masya Allah cantiknya.Luar biasa penduduknya juga. In syaAllah selalu dijaga Allah SWT. Banyak orang baik disana.

    BalasHapus
  10. Wuih......adem pemandangannya, adem juga baca tulisannya

    BalasHapus
  11. Bu Lilis keren tulisannya, saya jadi merinding terbawa dan ingat kampung halaman.

    BalasHapus

fiorentia viviane lesmana