Pengikut

Senin, 17 Januari 2022

MENANTANG HARAPAN MEWUJUDKAN IMPIAN PART 1

                         Ini Hanya Mimpi Siang Bolong

Oleh Lilis Ernawati, M.Pd

 


Senja itu matahari sudah mulai redup, aku masih terduduk diam di pelataran rumahku sambil melihat anggrek ungu yang sudah mulai mekar. Namun, keindahannya tak berarti bagiku. Takada kepuasan hati kurasakan, saat kupandangi anggrek itu. Suara burung bernyanyi bersahutan mengajak gerombolannya agar segera pulang karena hari mulai petang. Namun, aku masih terduduk diam. Luka hati yang kurasakan telah menghancurkan semangat hidupku dan harapanku. Kamu, yang di sana yang telah mengisi relung hatiku, yang telah memberikan harapan palsu dan janji-janji indah semu, pernahkah kau pikirkan aku, yang kini duduk sendiri, menanti kehadiranmu dalam sepi.

Luka hati ini telah membuat aku mati berdiri. Terpuruk meratapi nasib diri. Cinta yang kau berikan kini telah kau palingkan. Dunia ini terasa menghimpitku, sesak….., pedih…., perih….. dan kaku…...

Kuberdiri meninggalkan pelataran ini, beranjak ke sudut kamarku. Kupandangi tembok-tembok bisu yang seakan mentertawakanku nyinyir,.. menghinaku,…dan semakin melukai relung hatiku. Dulu ditembok-tembok ini terpajang rapi detik-detik kenangan indah bersamamu. Takpernah terlewati satupun kisah kebahagiaanku saat di sisimu. Namun kini, yang kulihat hanyalah coretan pilok hitam dan merah yang menggambarkan kemarahan dan kebencianku akan takdir yang aku terima.

Tiba-tiba lamunanku buyar oleh sebuah panggilan yang tak asing di telingaku.

“Nadia, sholat dulu nak,”panggil ibu dari luar kamar.

“iya bu,”jawabku pelan tanpa ekspresi, seakan enggan tuk berdiri menghadap illahi. Namun, dalam sujudku selalu ada tangis, yang takbisa aku bendung. Aku adukan semua kepahitan dan kesedihanku pada sang kuasa. Berharap kudapat keadilan atas semua nasibku ini. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mengurangi beban hati.

Setelah puas kuadukan semua bebanku ini, aku berdiri dan menuju cermin yang ada di samping pembaringanku. Kupandangi wajahku yang penuh dendam dan amarah, serta luka yang tak berkesudahan. Mata sayuku semakin sembab menambah kelusuhan mukaku. Hampir sebulan pekerjaanku hanya mengurung diri meratapi nasib dan  menyesali diri, mengapa harus mengenalnya sehingga aku mengalami hal seperti ini.

Dengan perasaan dendam di hati, aku berjanji akan bisa tegar menghadapi kenyataan hidup ini. Dunia tak selebar daun kelor, masih banyak asa yang bisa aku raih di depan sana. Aku harus bangkit dan buktikan, jika masih banyak orang yang mencintai dan menyayangiku lebih dari dia. Yah dia,..yang telah meninggalkanku bersama kekasih barunya di pelaminan itu, tepat pada hari di mana dia dulu berjanji tuk mencintai dan menyayangiku sepenuh hati. Harusnya hari itu adalah hari jadi kami yang ke-2. Namun sayang, hadiah yang kuterima adalah sepucuk undangan biru bertuliskan namamu dan namanya tertanggal undangan 7 April. Mengapa bukan namaku yang tertulis di sana? Kutarik nafas panjang, dan kuucap istigfar…..”astagfirllahuladzim,”ucapku lirih. Aku harus sadar, jika dia bukan takdirku, aku harus kuat seperti anggrek ungu di depan rumahku, walau tak aku kagumi, walau dilirik sebelah mata, akan tetapi, dia tetap ceria, menebarkan pesona indahnya, dalam kesendirian dia mekar tanpa menunggu kawan. “aku harus bangkit,”ucapku lagi tanpa sadar.

Malam mulai menjelang, mataku yang sembab kukompres dengan air hangat, dan kumasker wajahku yang kusut, kusam dan tak bergairah. Besok aku harus kembali beraktivitas lagi. Harus….aku harus bangkit demi hidupku, demi masa depanku dan orang-orang di sekelilingku.walau kutahu, besok akan kulihat tenda biru yang lusa nanti akan dipenuhi para tetamu yang mengucapkan selamat berbahagia padamu. Terbayang jelas, kamu akan tertawa bahagia menyambut ucapan sahabat-sahabatmu dan semua handaitulanmu.

Selesai kubersihkan masker di wajahku, kuberanjak ke kamar mandi, untuk bersih-bersih sebelum tidur.  Malam ini, aku ingin tidur nyenyak ditemani mimpi-mimpi indah dan harapanku di masa yang akan datang. Ku tutup semua lembar hitam masa laluku dan kuanggap keindahannya hanya sebagai bunga tidur di siang bolong, yang saat ku terbangun, aku harus sadar, jika aku harus kembali beraktivitas dan melupakan mimpi itu.

Allahuakbar….allahuakbar……..suara adzan terdengar di masjid begitu jelas, ku terbangun dan beranjak ke kamar mandi. Di dapur,  ibu sudah mulai menanak nasi mempersiapkan sarapan pagi untuk kami sekeluarga.

“Ibuuu,”ku sapa ibu dengan senyum mengembang, dan kucium pipinya seperti biasa.

“ehm,..ibu bau, belum mandi yah?,”godaku

“Nadia, kamu ini pagi-pagi maen cium-cium ibu aja tanpa pamit, gak sopan,”jawab ibu ketus menggodaku sambil tersenyum simpul.

“emangnya kalo membuktikan rasa sayang, harus berpamitan dulu yah bu,” tanyaku sambil menutup kamar mandi tanpa menunggu jawaban ibu.

“Alhamdulillah Ya Allah, Nadia sudah berubah,”gumam ibu penuh haru. Karena selama sebulan ini, ibu merasa kehilangan sosok Nadia yang ceria, senang bercanda  dan penuh dengan senyuman.

Selesai mandi, Nadia langsung bersiap diri untuk pergi ke kampus mengenakan stelan celana dan cardigan abu muda dengan kemeja kotak-kotak bernada seirama dikeluarkan  dan kerudung warna senada agar terlihat lebih ceria. Dia memoles wajahnya dengan bedak tipis dan sedikit lip gloss agar tidak terlalu kering. Dalam hati Nadia berjanji jika sejak saat ini, dia akan melupakan masa lalunya dan tak ingin mengingat-ingatnya lagi.

Di meja makan ibu telah menyiapkan sarapan pagi, sementara adik-adikkupun sudah bersiap-siap hendak pergi ke sekolah.

“Nad, ayo cepat sarapan. Nih ada sayur bayam dan ikan rebon kesenanganmu,”kata ibu.

“iya bu,”jawab Nadia sambil mengambil tasnya yang terlihat cukup berat  karena ada laptop dan buku-buku di dalamnya.

Nadia segera duduk di depan meja makan, dan menyantap sarapan pagi dengan lahap. Selesai sarapan, diapun langsung berpamitan kepada ayah dan ibunya yang masih menikmati sarapan paginya.

“Nadia berangkat dulu yah bu, yah,”ucap Nadia.

 

“Ayo adek cantik, adek nakal kakak berangkat dulu yah, sini salim,” kata Nadia lagi pada adik-adiknya

“Bu, Nadia..?,”Tanya ayah kebingungan, tapi dia tak berani bertanya karena takut tersinggung.

“Iya Yah, Alhamdulillah, semoga dia telah sadar lagi dan semangat lagi menjalani kesehariannya, “jawab ibu pelan.

 

Nadia langsung menuju kampus, akan tetapi saat melewati rumah kekasihnya, airmatanya berlinang tanpa sadar. Walau disembunyikan kepedihan itu masih tersisa. Nadia menarik napas panjang dan buru-buru menghapus air matanya. "Aku harus melupakannya, harus, "ucapnya dalam hati.

 Sesampainya di kampus, dia di sambut oleh kawan-kawannya dan langsung masuk ke kelas untuk mengikuti mata kuliah yang selama ini banyak tertinggal.

kerinduannya pada kampus dan kawan-kawannya sejenak membuatnya lupa akan beban hati yang selama ini menghimpitnya. Nadia melepas semua kegundahannya dengan tertawa riang, bercanda dan makan-makan di kampus. seperti tak pernah terjadi sesuatu.

 kawan-kawannya agak heran juga melihat Nadia yang makannya menjadi banyak dan senyumnya berubah menjadi tertawa terbahak-bahak. Namun mereka tak berani menanyakan masalah itu. Karena mereka tahu jika Nadia sebenarnya sedang terluka. Mereka tak ingin membuka luka yang sedang berusaha Nadia obati.

"Sri, ayo kita selfi-selfi," ajaknya pada Sri, Yayah, Nining, Yanti dan Vivin, teman se-ganknya yang selalu setia menemani di kala susah maupun senang.

"Ayo, ayo,..ayo,..., "sambut mereka riuh.

"Hai De, tolong photoin dong,"pinta Nadia pada Ade.

Mahasiswa gemoy yang lucu, murah senyum dan gak pernah nolak jika dimintain tolong apapun.

Berulang kali mereka berubah gaya selfi, sampai-sampai Ade merasa lelah.

"Hai udah dong, aku mau makan nanti keburu masuk lagi, "pinta Ade.

"Iya, iya udah. sana makan. udah gemoy juga makan aja,..kamu tuh seminggu gakmakan juga gakakan ketahuan kali,"ucap Sri bercanda.

"Makasih Ade Gemoy,"teriak cewek-cewek manis itu. Ade membalasnya dengan senyum simpul saja.

                                        


                                                                                                                                bersambung.......


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

fiorentia viviane lesmana