KASIH SAYANG ANAK TERHADAP
SESAMA
Oleh Lilis Ernawati
Siang ini panas
sekali. Seperti biasa sepulang dari
kerjaanku, aku langsung menjemput
anakku yang sekolah di SDIT Persis Tarogong 2. Sambil menunggu anakku keluar
kelas, kubuka gawaiku dan kubuka beberapa grup yang sudah numpuk chatannya.
Tiba-tiba suara
kecil memanggilku, “Mamah, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam
warohmatullahi wabarokatuhu, “jawabku sambil memberikan tanganku untuk dicium
sama anakku.
Khansa anakku
langsung naik motor di belakang. Kemudian
aku langsung menyalakan motornya. Keluar dari sekolah. Situasi agak sedikit macet kalau bubaran
sekolah atau pas masuk sekolah. Karena sekolah anakku termasuk sekolah favorit
di kotaku sehingga banyak sekali muridnya.
Saat mendekati
lampu merah, kami terpaksa ikut antrian kendaraan yang lainnya. Aku fokus ke
depan. Ternyata anakku sedang memperhatikan dua peminta-minta yang ada di
sebelah motorku. Peminta-minta itu adalah seorang wanita muda sekitar 30
tahunan yang sehat dan tidak cacat dengan seorang lelaki berusia 45 tahunan
yang terlihat agak rabun. Kudengar
percakapan mereka sekilas.
“Dapat uang
berapa Neng, “Tanya lelaki itu.
“Baru 169 Pak,
“jawab perempuan mudanya.
Ini hari jumat,
sehingga pukul 9.30 wib anakku sudah pulang.
Dalam hatiku berkata, “Ehm,
pantas saja banyak orang yang mengemis,
rupanya penghasilan mereka luar biasa. Dengan waktu 2 jam saja sudah
mendapatkan uang segitu, bagaimana jika sampai sore dan tiap hari, penghasilan
kamipun kalah oleh mereka.”
Sedang
asyik-asyiknya aku melamun, tiba-tiba peminta-minta itu mengulurkan tangannya
padaku.
“Maaf dulu bu, “
kataku sambil tersenyum.
Tiba-tiba Khansa
bertanya, “Kenapa Mamah gak ngasih?”
Aku tersenyum
sambil menjalankan motorku. Setelah agak jauh dari peminta-minta itu akupun
menjawab, “Masih banyak yang lebih membutuhkan.”
“Oh, “jawab
anakku pendek.
Sesampainya di
rumah, aku langsung memasukkan motorku dan tiba-tiba seorang nenek yang sudah
renta membawa dagangannya menawarkanku baso dan siomay. Tapi aku masih kenyang.
Kusuruh Khansa memberikan uang pada nenek itu.
“Mamah mau beli,
“Tanya anakku.
“Tidak Nak,
kasihin aja sama nenek itu, bilang buat jajan gitu, “jawabku.
“Mamah kok aneh,
yang minta-minta gak dikasih, giliran nenek itu gak minta-minta malah dikasih,
“jawab anakku heran.
“Neng ini mau baso atau siomay, “kata nenek itu.
“Enggak usah
nek, uangnya buat nenek aja beli makanan, “jawabku.
“Makasih banyak
yah neng, emaktuh bawa barang punya orang. Emak jualin agar bisa makan, “cerita
nenek tersebut.
“Memangnya
anak-anak nenek kemana, “tanyaku lagi.
“Mereka merantau
mencari buat makan, mungkin belum punya uang untuk ngasih emak, “jawab nenek
itu dengan sedihnya.
“Nenek udah
makan belum, saya ada masak kangkung sama ikan dan tahu tempe, “tanyaku.
“Udah neng,
“jawab emak perlahan. Aku tahu Nenek itu menyembunyikan rasa malunya untuk
meminta.
“Sebentar Nek,
saya bungkusin yah. Tapi dimakan yah. Ini gak pedas kok, “ujarku lagi.
Aku masuk ke
dalam rumahku. Kubungkuskan makanan buat nenek penjual baso dan kusertakan juga
beberapa bungkus susu dan kopi lalu kumasukkan kedalam kresek hitam.
“Nek, dimakan
yah, jangan dibuang, saya cuma punya ini, “kataku.
“Makasih banyak
Neng, “jawab nenek itu lagi.
“Semoga amal
ibadah Neng diterima di sisi Allah dan diberikan ganjaran yang luar biasa, Amin
yra, “kata nenek lagi.
“Amin, makasih
doanya Nek, Nenek juga yang sehat, hati-hati di jalannya, “kataku.
“Emak permisi
dulu yah Neng, “pamitnya padaku.
“Iya mak,
hati-hati yah, “Kataku penuh dengan kekhawatiran. Nenek tua itu berjalan dengan
badan yang setengah bungkuk dan tergopoh-gopoh. Badannya yang renta masih harus
membawa beban keranjang jualannya yang masih tersisa setengahnya. Dalam hatiku
bersyukur, aku masih diberikan kelebihan oleh Allah dan semoga diakhir hayatku
tidak sengsara seperti nenek tadi.
Khansa sedari
tadi memperhatikan yang aku lakukan. Dia kemudian bertanya, “Kenapa mamah malah
lebih memilih nenek itu untuk diberi dibandingkan dengan peminta-minta
dijalanan tadi?, “tanyanya.
“De, saat kita
ingin memberi seseorang kita harus melihat juga, apakah orang itu pantas kita
beri atau tidak, tadi Dede perhatikan
tidak orang yang di lampu
merah, Bagaimana menurut Dede?, “tanyaku
.
“Yang laki-laki
sudah tua dan agak rabun sedangkan yang perempuan masih sehat dan kuat, “jawab
anakku datar.
“Menurut Dede,
siapa yang lebih pantas diberi?. “tanyaku.
“Nenek tadi,
“jawab De Khansa lagi
“Kenapa?,
“tanyaku lagi.
“Karena nenek
tadi sudah lebih tua, tidak ada yang menemani terus tidak mau meminta-minta, walau sudah tua
dia masih mau bekerja mencari nafkah walaupun mungkin untungnya cuma sedikit,
“jawab De khansa dengan serius.
“Nah itu maksud
Mamah, saat kita memberi membuat orang malas, akan membuat mereka semakin tidak
mau berusaha, mereka akan lebih senang meminta dibandingkan bekerja keras
mencari nafkah. Tadi Dede dengar kan percakapan pengemis di lampu mereh?,
“tanyaku.
“Iya Mah,
hebatnya, mereka cuma dua jam sudah mendapatkan uang sampai 169 ribu, kalau
gaji Mamah sama pengemis besar siapa?, “Tanya anakku sambil tertawa.
“Penghasilan
Mamah sama pengemis yang besar pengemis, tapi
kan Mamah tidak menjual muka Mamah dengan meminta-minta, itukan
memalukan dan menurut hadistnya juga tangan di atas lebih baik di banding
tangan di bawah, “jawabku panjang lebar.
“Coba nenek tadi,
kalau ingin mendapatkan uang sampai seratus ribu saja, misalnya, dia untung dua ribu dari setiap bungkus
basonya, berarti dia harus menjual baso sampai 50 bungkus. Menjual 50 bungkus
itu bisa jadi dari pagi hingga sore atau mungkin baru dua hari bisa menjualnya,
itupun harus keliling-keliling berjalan kaki, “ujarku menjelaskan.
“Iya yah Mah,
berarti kita saat memberi harus melihat-lihat, apakah orang yang diberi pantas
untuk kita bagi atau tidak, agar mereka tidak terbiasa mengemis, “kata Khansa
yang mulai mengerti maksud kata-kataku.
Aku tersenyum
sambil menganggukkan kepalaku.
Sejak saat itu
anakku kadang tanpa disuruh lagi sering memberi orang-orang yang dia anggap
memang lebih membutuhkan dibandingkan orang yang masih muda, sehat dan kuat.
Terutama nenek itu yang hampir setiap hari melewati rumah kami. Setiap beliau
lewat, aku tak pernah repot-repot lagi membungkus nasi buat nenek baso. Anakku
biasanya sudah sigap memasukkan makanannya, sementara aku lebih senang ngobrol
nemani nenek itu ngopi dan istirahat di pelataran rumahku.
Inilah hidup,
tak selamanya memberi itu akan bermanfaat buat orang lain. Karena mungkin saja
dengan memberi, membuat orang yang sebenarnya masih sanggup bekerja menjadi
malas dan tidak mau berusaha. Karena Allah swt mengajarkan kepada kita untuk
berusaha dalam mempertahankan hidup, bukan hanya meminta saja.
Seperti inilah
aku dalam mengajari anak-anakku, bukan hanya teori saja, akan tetapi dengan
praktik dan alasan yang kuat agar mereka tahu siapa dan bagaimana cara kita
membantu dan menyayangi serta peduli pada sesama.
MasyaAllah, indahnya kasih sayang.
BalasHapus