Pengikut

Rabu, 23 Maret 2022

3. KASIH SAYANG ANAK TERHADAP SESAMA

 


KASIH SAYANG ANAK TERHADAP SESAMA

Oleh Lilis Ernawati

 

Siang ini panas sekali. Seperti biasa sepulang dari  kerjaanku,  aku langsung menjemput anakku yang sekolah di SDIT Persis Tarogong 2. Sambil menunggu anakku keluar kelas, kubuka gawaiku dan kubuka beberapa grup yang sudah numpuk chatannya.

Tiba-tiba suara kecil memanggilku, “Mamah, Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuhu, “jawabku sambil memberikan tanganku untuk dicium sama anakku.

Khansa anakku langsung naik motor di belakang. Kemudian  aku langsung menyalakan motornya. Keluar dari sekolah.  Situasi agak sedikit macet kalau bubaran sekolah atau pas masuk sekolah. Karena sekolah anakku termasuk sekolah favorit di kotaku sehingga banyak sekali muridnya.

Saat mendekati lampu merah, kami terpaksa ikut antrian kendaraan yang lainnya. Aku fokus ke depan. Ternyata anakku sedang memperhatikan dua peminta-minta yang ada di sebelah motorku. Peminta-minta itu adalah seorang wanita muda sekitar 30 tahunan yang sehat dan tidak cacat dengan seorang lelaki berusia 45 tahunan yang terlihat agak rabun.  Kudengar percakapan mereka sekilas.

“Dapat uang berapa Neng, “Tanya lelaki itu.

“Baru 169 Pak, “jawab perempuan mudanya.

Ini hari jumat, sehingga pukul 9.30 wib anakku sudah pulang.  Dalam hatiku berkata,  “Ehm, pantas saja  banyak orang yang mengemis, rupanya penghasilan mereka luar biasa. Dengan waktu 2 jam saja sudah mendapatkan uang segitu, bagaimana jika sampai sore dan tiap hari, penghasilan kamipun kalah oleh mereka.”

Sedang asyik-asyiknya aku melamun, tiba-tiba peminta-minta itu mengulurkan tangannya padaku.

“Maaf dulu bu, “ kataku sambil tersenyum.

Tiba-tiba Khansa bertanya, “Kenapa Mamah gak ngasih?”

Aku tersenyum sambil menjalankan motorku. Setelah agak jauh dari peminta-minta itu akupun menjawab, “Masih banyak yang lebih membutuhkan.”

“Oh, “jawab anakku pendek.

Sesampainya di rumah, aku langsung memasukkan motorku dan tiba-tiba seorang nenek yang sudah renta membawa dagangannya menawarkanku baso dan siomay. Tapi aku masih kenyang. Kusuruh Khansa memberikan uang pada nenek itu.

“Mamah mau beli, “Tanya anakku.

“Tidak Nak, kasihin aja sama nenek itu, bilang buat jajan gitu, “jawabku.

“Mamah kok aneh, yang minta-minta gak dikasih, giliran nenek itu gak minta-minta malah dikasih, “jawab anakku heran.

“Neng  ini mau baso atau siomay, “kata nenek itu.

“Enggak usah nek, uangnya buat nenek aja beli makanan, “jawabku.

“Makasih banyak yah neng, emaktuh bawa barang punya orang. Emak jualin agar bisa makan, “cerita nenek tersebut.

“Memangnya anak-anak nenek kemana, “tanyaku lagi.

“Mereka merantau mencari buat makan, mungkin belum punya uang untuk ngasih emak, “jawab nenek itu dengan sedihnya.

“Nenek udah makan belum, saya ada masak kangkung sama ikan dan tahu tempe, “tanyaku.

“Udah neng, “jawab emak perlahan. Aku tahu Nenek itu menyembunyikan rasa malunya untuk meminta.

“Sebentar Nek, saya bungkusin yah. Tapi dimakan yah. Ini gak pedas kok, “ujarku lagi.

Aku masuk ke dalam rumahku. Kubungkuskan makanan buat nenek penjual baso dan kusertakan juga beberapa bungkus susu dan kopi lalu kumasukkan kedalam kresek hitam.

“Nek, dimakan yah, jangan dibuang, saya cuma punya ini, “kataku.

“Makasih banyak Neng, “jawab nenek itu lagi.

“Semoga amal ibadah Neng diterima di sisi Allah dan diberikan ganjaran yang luar biasa, Amin yra, “kata nenek lagi.

“Amin, makasih doanya Nek, Nenek juga yang sehat, hati-hati di jalannya, “kataku.

“Emak permisi dulu yah Neng, “pamitnya padaku.

“Iya mak, hati-hati yah, “Kataku penuh dengan kekhawatiran. Nenek tua itu berjalan dengan badan yang setengah bungkuk dan tergopoh-gopoh. Badannya yang renta masih harus membawa beban keranjang jualannya yang masih tersisa setengahnya. Dalam hatiku bersyukur, aku masih diberikan kelebihan oleh Allah dan semoga diakhir hayatku tidak sengsara seperti nenek tadi.

Khansa sedari tadi memperhatikan yang aku lakukan. Dia kemudian bertanya, “Kenapa mamah malah lebih memilih nenek itu untuk diberi dibandingkan dengan peminta-minta dijalanan tadi?, “tanyanya.

“De, saat kita ingin memberi seseorang kita harus melihat juga, apakah orang itu pantas kita beri atau tidak, tadi Dede perhatikan  tidak orang yang  di lampu merah,  Bagaimana menurut Dede?, “tanyaku .

“Yang laki-laki sudah tua dan agak rabun sedangkan yang perempuan masih sehat dan kuat, “jawab anakku datar.

“Menurut Dede, siapa yang lebih pantas diberi?. “tanyaku.

“Nenek tadi, “jawab De Khansa lagi

“Kenapa?, “tanyaku lagi.

“Karena nenek tadi sudah lebih tua, tidak ada yang menemani  terus tidak mau meminta-minta, walau sudah tua dia masih mau bekerja mencari nafkah walaupun mungkin untungnya cuma sedikit, “jawab De khansa dengan serius.

“Nah itu maksud Mamah, saat kita memberi membuat orang malas, akan membuat mereka semakin tidak mau berusaha, mereka akan lebih senang meminta dibandingkan bekerja keras mencari nafkah. Tadi Dede dengar kan percakapan pengemis di lampu mereh?, “tanyaku.

“Iya Mah, hebatnya, mereka cuma dua jam sudah mendapatkan uang sampai 169 ribu, kalau gaji Mamah sama pengemis besar siapa?, “Tanya anakku sambil tertawa.

“Penghasilan Mamah sama pengemis yang besar pengemis, tapi  kan Mamah tidak menjual muka Mamah dengan meminta-minta, itukan memalukan dan menurut hadistnya juga tangan di atas lebih baik di banding tangan di bawah, “jawabku panjang lebar.

“Coba nenek tadi, kalau ingin mendapatkan uang sampai seratus ribu saja, misalnya,  dia untung dua ribu dari setiap bungkus basonya, berarti dia harus menjual baso sampai 50 bungkus. Menjual 50 bungkus itu bisa jadi dari pagi hingga sore atau mungkin baru dua hari bisa menjualnya, itupun harus keliling-keliling berjalan kaki, “ujarku menjelaskan.

“Iya yah Mah, berarti kita saat memberi harus melihat-lihat, apakah orang yang diberi pantas untuk kita bagi atau tidak, agar mereka tidak terbiasa mengemis, “kata Khansa yang mulai mengerti maksud kata-kataku.

Aku tersenyum sambil menganggukkan kepalaku.

Sejak saat itu anakku kadang tanpa disuruh lagi sering memberi orang-orang yang dia anggap memang lebih membutuhkan dibandingkan orang yang masih muda, sehat dan kuat. Terutama nenek itu yang hampir setiap hari melewati rumah kami. Setiap beliau lewat, aku tak pernah repot-repot lagi membungkus nasi buat nenek baso. Anakku biasanya sudah sigap memasukkan makanannya, sementara aku lebih senang ngobrol nemani nenek itu ngopi dan istirahat di pelataran rumahku.

Inilah hidup, tak selamanya memberi itu akan bermanfaat buat orang lain. Karena mungkin saja dengan memberi, membuat orang yang sebenarnya masih sanggup bekerja menjadi malas dan tidak mau berusaha. Karena Allah swt mengajarkan kepada kita untuk berusaha dalam mempertahankan hidup, bukan hanya meminta saja.

Seperti inilah aku dalam mengajari anak-anakku, bukan hanya teori saja, akan tetapi dengan praktik dan alasan yang kuat agar mereka tahu siapa dan bagaimana cara kita membantu dan menyayangi serta peduli pada sesama.

 


1 komentar:

fiorentia viviane lesmana