Pengikut

Jumat, 25 Maret 2022

4. Kasih Sayang Anak Terhadap Binatang

 


 KASIH SAYANG ANAK TERHADAP BINATANG

Oleh Lilis Ernawati, M.Pd

 

“Huuuh, lelah sekali, “kataku sambil duduk di lantai dan meluruskan kakiku.

Perjalanan yang sangat melelahkan. Kemarin kami berangkat dari Garut sekitar pukul 16.00 wib dan sampai ke Jakarta pukul 23.00 wib. Karena besok pagi suami harus mengejar apel  pagi pukul 06.00 wib di jalan Merdeka Barat. Selesai suamiku upacara, kemudian menjemput aku dan anak-anak ke Mess Kemhan dan kami berangkat ke Rumpin, kantor suamiku berada.

Ini  adalah kali pertama aku ke Rumpin Bogor, ternyata lumayan jauh. Aku kadang bayangkan, suamiku yang setiap Jumat harus pulang dan Minggu malam berangkat lagi, begitu terus dia jalani. Tak pernah lelah bahkan bosan. Luar biasa. Semoga sehat selalu suamiku sayang.

Sesampai di sana, kami di sambut oleh seekor kucing, dia langsung menatap aku dan anak-anakku bergantian, seakan sedang memperkenalkan diri. Kemudian kucing itu menggosok-gosokkan kepalanya ke kakiku dan anak-anakku.

"Meong, meong, "katanya.

Aku tak mengerti apa yang kucing itu katakan. Tapi aku merasa kucing itu seperti mengucapkan selamat datang.

Anakku langsung menggendongnya, ternyata kucingnya jinak banget. Kucing itu terlihat senang sekali. Kami biarkan dia di ruang tamu, duduk sambil menikmati ademnya AC yang sangat menyejukkan. 

Suamiku menurunkan barang-barang, dan aku langsung menyiapkan makan. Sementara anak-anakku berleha-leha tiduran di lantai melepas lelah.

Kebetulan aku membawa ayam goreng, dan tinggal menghangatkan saja, terus menanak nasi, nyambel. Menu sederhana dan cepat. Selesai kami makan, tulang-tulang ayam dan kaki ayamnya aku kumpukan dan aku suruh De Khansa berikan ke kucing itu dengan  dicampur sedikit nasi. Ternyata, dia lapar banget. Tapi kami heran, kenapa tidak dia habiskan. apa tidak suka?

"Mah, masih ada sisa makanannya, "Kata De Khansa.

"Harusnya jangan banyak-banyak ngasih nasinya, kan sayang kebuang, "kata De Khansa lagi. 

"Mungkin dia sudah kenyang De, nanti juga balik lagi, "ucapku menghibur.

Karena kelelahan kami tidak peduli lagi, yang penting sudah kami siapkan makan. Namun alangkah terkejutnya kami, tak lama setelah itu, dia datang bersama ketiga anaknya dan menyuruh anaknya makan.

Aku terharu banget. Dalam hati, mungkin emak kucing itu sebenarnya belum kenyang,  tapi karena dia sayang anak, makanya dia makan alakadarnya saja, dan sisanya untuk ketiga anaknya. Betapa mulianya hati emak kucing ini. 

Aku langsung membuka lemari, kuambil kepala dan leher ayam, kupotong-potong dan dicampur nasi lagi. Kemudian aku suruh De Khansa memberikannya lagi pada kucing itu.

"De, ini tambahin lagi, kasihan anak-anaknya., "kataku sambil menyerahkan sepiring nasi yang sudah diaduk-aduh dengan tulang leher dan kepala  ayam.

"Sini Mah, "Kata De Khansa semangat. Dia paling senang jika disuruh mengurus dan ngasih makan kucing. Sedangkan kakak-kakaknya maunya mainin dan godain kucing aja.

Kucing itu langsung menggosok-gosokkan kepalanya ke kakiku, dia seperti mengucapkan terima kasih. Kami semua tertawa melihat tingkah kucing itu. Tiba-tiba De Khansa berkata, "kangen sama Si Belang yang di rumah, lagi apa yah dia, "katanya.

Belang adalah kucing liar yang setia pada kami. Cerita awal kami mengenal belang sangat mengenaskan. Kami menemukannya dalam keadaan luka di bagian perutnya. Dia seperti disiram air panas entah air aki mobil. Bagian kulit perutnya melepuh hingga bulu-bulunyapun takada.

Saat itu aku ambil, aku mandikan dan aku obatin setiap hari pagi, siang, sore. Kami beri makan dan tempat tinggal di kardus, yang kami simpan di garasi. Sebenarnya, kami juga dulu sempat kesel sama Si Belang, gara-gara pas abis melahirkan, dia ngotot ingin anaknya disimpen di lemari baju. Aku mengusirnya dan menyimpannya di rumah kosong.

Namun saat aku menemukannya terluka, anak-anaknya tidak ada. Sepertinya dia ngotot ingin masuk ke rumah orang lain dan menyimpan anaknya di sana. Gara-gara keras kepala itu akhirnya dia diguyur pakai air panas oleh orang tersebut kayaknyasih,  dan anaknya dibuang. Kasihan sekali dia, kucing yang ingin mempertahankan hidup anaknya agar terhindar dari dinginnya malam dan binatang buas, harus mengorbankan dirinya disakiti orang dan dipisahkan dari anak-anaknya.

Singkat cerita setelah tiga bulan, lukanya mulai sembuh, bulu-bulunya sudah mulai tumbuh lagi. Kucing ini jadi dekat sekali dengan anak-anak. 

Si Belang, kucing yang gak pernah rewel, dia mau makan apa saja yang kami makan, tahu, tempe, bakwan, apa saja dia mau.

Istimewanya Si Belang itu dia kayak yang mengerti jika kami sedang mengobrol, dia akan memperhatikan wajah kami dan menatapnya. Dan jika De Khansa pergi main dengan teman-temannya, dia akan membuntutinya terus seperti pengawal saja.

Belang kucing pinter, bisa diajak bermain bola, main tali bahkan main petak umpet. saking dekatnya dengan keluargaku, dia tidak pernah malu untuk membuka pintu jika pintu ditutup. Dan dia akan menggedor-gedor pintu kalau dikunci. Awalnya kami takut saat malam-malam ada yang memukul-mukul pintu. ternyata Si Belang, yang memukul-mukul pintu, rupanya dia kedinginan di luar. Walaupun ada kardus tempat dia tidur. Dia ingin tidur di dalam rumah saja. Kalau tidak dibukakan pintunya, dia akan terus memukul-mukul pintu sambil berteriak. Lama-lama dongkol juga dan berisik, jadi terpaksa kami bukakan. Biasanya dia langsung ambil posisi tidur di kesed atau di karpet.

Banyak kisah yang telah belang berikan kepada kami. Suatu hari, saat aku dan anakku terbangun di waktu subuh, kami mendengar Belang seperti sedang berantem, tapi sendiri. Kami pikir Belang sedang latihan berantem, karena dia suka begitu. Tapi apa yang terjadi, saat kami melihatnya keluar, kami melihat Belang sedang berantem dengan seekor ular kecil. Dan alhamdulillah Belang menang. Dan ular itu jadi santapan pagi Si Belang.

Belang benar-benar menjaga rumah kami, coba kalau ular kecil tadi menyusup ke rumah kami dan mengigit kami, apa tidak membahayakan?

Setiap hari Belang selalu nongkrong di depan pintu, jadi jika ada kucing lain yang ingin minta makan, dia suka ngajak berantem dulu.. Dia tidak mau majikannya direbut. Belang mempunyai rasa cemburu yang tinggi, saat De Khansa mengelus kepala kucing lain, dia pasti akan segera menyerang kucing itu dan menyuruhnya pergi. Dia tidak mau kasih sayang kami terbagi kepada kucing lain.

Selain kucing, ada burung Merpati yang betah di rumah kami, padahal rumah majikannya dekat. Ada pula ayam yang senang di rumah kami.

 Lucunya lagi, kalau pagi, siang dan sore hari, binatang-binatang itu berisik minta makan. Mereka seperti tahu jika makan yang sehat adalah 3x sehari. Dan yang membuat aku heran, merngapa mereka seakan tahu jam waktu makan?

Namun kucingpun ada kelemahannya, antara lain. dia tidak mengerti bacaan spanduk di rumahku, padahal yang tertulis adalah Resto tahu Gejrot Ceu Lilis. Tapi yang kucing-kucing tahu rupanya adalah Rumah Makan Kucing sehingga saat mereka lapar, mereka datang ke rumahku. ha...ha...ha...

Aku tak pernah melarang anak-anakku menyukai binatang, kubiarkan mereka berinteraksi dengan binatang, karena menurut mereka binatang adalah teman di saat mereka sendiri. Tapi karena kondisi ekonomi kami yang pas-pasan, kami tidak bisa memberikan makanan lebih selain makanan yang kami makan. Dan alhamdulillahnya setiap binatang liar yang mampir ke rumah kami tidak pernah rewel kami beri makan apa saja.

Saat anak-anakku berteriak, "meng, ... meng, ..., meng,... meng,... meng." Pasti kucing di komplekku yang mendengar suara anak-anakkuku hapal jika De Khansa, Kakak atau Abang akan memberi makan. Biasanya aku suka menyuruh anak-anakku mencampur tulang  ikan dan ayam dengan nasi, sehingga mereka kenyang semua.

Sedangkan jika anak-anakku berteriak, "kur,... kur,...kur,...kur." Maka yang datang itu pasti ayam-ayam dan merpati. Itu biasanya jika ada sisa nasi di rumah. Daripada dibuang ke tempat sampah, yah lebih baik diberikan pada yang lebih membutuhkan.

Malam telah tiba, kulihat kucing-kucing itu tidur di kursi yang ada di pelataran rumah dinas kami. 

"Pah, emang biasanya kucing-kucing itu tidur di sini, "Tanyaku.

"Gakpernah, biasanya cuma lewat doang, "Jawab suamiku.

"Tapi kenapa saat kita datang, dia jadi betah di sini yah, "Tanyaku lagi.

"Enggak tahu juga, mungkin instingnya tahu, jika kita suka ngasih makan kucing, "Kata De Khansa menimpali dari belakang.

Kami biarkan kucing-kucing itu setiap malam tidur di kursi dan kami beri mereka makan alakadarnya juga, sesuai yang aku masak. Alhamdulillah kucingnya tidak rewel.

Setelah dua minggu kami di Bogor, kamipun harus kembali lagi pulang ke Garut. Anak-anak mengelus kepala kucing itu sebagai tanda perpisahan. Dan ternyata,  kini saat kami tidak ada di rumah itu, kucing-kucing itupun tidak tinggal di rumah lagi. Mungkin dia tahu jika tak ada yang akan memberinya makan, karena suamiku lebih sering makan di luar dibandingkan di rumah.

Perjalanan kami pulang ke Garut, alhamdulillah lancar. Sesampainya di rumah yang anakku cari bukan makanan, melainkan Si Belang. Tumben dia tidak ada. Biasanya dia langsung menyambut kami. 

"Meng,... meng,...meng,..., "teriak anak-anakku. Tapi tak datang juga.

Si Belang tidak ada,  sepertinya  saat kami pergi ke Bogor, ada yang mengambil atau membuangnya. Karena aku melihat jumlah kucing di sekitar rumahku tinggal sedikit. Biasanya satpam suka membuang kucing-kucing yang berkeliaran di komplek karena banyak yang merasa risih dan suka bau kotoran kucing.

Si Belang benar-benar tidak ada, anakku yang bontot, De Khansa,  sampai menangisinya sesenggukan. Karena merasa kehilangan. Dia cari-cari hingga keluar kompleks perumahan, ke pasar dan sepanjang jalan raya dekat rumah. namun semuanya nihil.

Padahal dulu, saat kami sekeluarga di rawat di Rumah Sakit Guntur gara-gara terpapar Covid-19, Belang ditinggal hingga dua minggu, tapi dia tetap tidur di dus yang ada di luar dan bermain-main di rumah. 

Kini, semua tinggal kenangan. Hanya photo-photo kenangan Belang saja yang masih banyak tersimpan di album photo  gawai anakku. Semoga Belang ditempat baru tidak kelaparan dan mendapat majikan yang lebih baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

fiorentia viviane lesmana