KASIH SAYANG ANAK TERHADAP BINATANG
Oleh Lilis Ernawati, M.Pd
“Huuuh, lelah sekali,
“kataku sambil duduk di lantai dan meluruskan kakiku.
Perjalanan yang sangat
melelahkan. Kemarin kami berangkat dari Garut sekitar pukul 16.00 wib dan
sampai ke Jakarta pukul 23.00 wib. Karena besok pagi suami harus mengejar
apel pagi pukul 06.00 wib di jalan Merdeka Barat. Selesai
suamiku upacara, kemudian menjemput aku dan anak-anak ke Mess Kemhan dan kami
berangkat ke Rumpin, kantor suamiku berada.
Ini adalah kali pertama
aku ke Rumpin Bogor, ternyata lumayan jauh. Aku kadang bayangkan, suamiku yang
setiap Jumat harus pulang dan Minggu malam berangkat lagi, begitu terus dia
jalani. Tak pernah lelah bahkan bosan. Luar biasa. Semoga sehat selalu suamiku
sayang.
Sesampai di sana, kami
di sambut oleh seekor kucing, dia langsung menatap aku dan anak-anakku
bergantian, seakan sedang memperkenalkan diri. Kemudian kucing itu
menggosok-gosokkan kepalanya ke kakiku dan anak-anakku.
"Meong, meong,
"katanya.
Aku tak mengerti apa yang kucing
itu katakan. Tapi aku merasa kucing itu seperti mengucapkan selamat
datang.
Anakku langsung
menggendongnya, ternyata kucingnya jinak banget. Kucing itu terlihat senang
sekali. Kami biarkan dia di ruang tamu, duduk sambil menikmati ademnya AC yang
sangat menyejukkan.
Suamiku menurunkan
barang-barang, dan aku langsung menyiapkan makan. Sementara anak-anakku
berleha-leha tiduran di lantai melepas lelah.
Kebetulan aku membawa
ayam goreng, dan tinggal menghangatkan saja, terus menanak nasi, nyambel. Menu
sederhana dan cepat. Selesai kami makan, tulang-tulang ayam dan kaki ayamnya
aku kumpukan dan aku suruh De Khansa berikan ke kucing
itu dengan dicampur sedikit nasi. Ternyata, dia lapar banget.
Tapi kami heran, kenapa tidak dia habiskan. apa tidak suka?
"Mah, masih ada
sisa makanannya, "Kata De Khansa.
"Harusnya jangan
banyak-banyak ngasih nasinya, kan sayang kebuang, "kata De Khansa
lagi.
"Mungkin dia sudah
kenyang De, nanti juga balik lagi, "ucapku menghibur.
Karena kelelahan kami
tidak peduli lagi, yang penting sudah kami siapkan makan. Namun alangkah
terkejutnya kami, tak lama setelah itu, dia datang bersama ketiga anaknya dan
menyuruh anaknya makan.
Aku terharu banget.
Dalam hati, mungkin emak kucing itu sebenarnya belum kenyang, tapi karena
dia sayang anak, makanya dia makan alakadarnya saja, dan sisanya untuk ketiga
anaknya. Betapa mulianya hati emak kucing ini.
Aku langsung membuka
lemari, kuambil kepala dan leher ayam, kupotong-potong dan dicampur nasi lagi.
Kemudian aku suruh De Khansa memberikannya lagi pada kucing itu.
"De, ini tambahin
lagi, kasihan anak-anaknya., "kataku sambil menyerahkan sepiring nasi yang
sudah diaduk-aduh dengan tulang leher dan kepala ayam.
"Sini Mah,
"Kata De Khansa semangat. Dia paling senang jika disuruh mengurus dan
ngasih makan kucing. Sedangkan kakak-kakaknya maunya mainin dan godain kucing
aja.
Kucing itu langsung
menggosok-gosokkan kepalanya ke kakiku, dia seperti mengucapkan terima
kasih. Kami semua tertawa melihat tingkah kucing itu. Tiba-tiba De Khansa
berkata, "kangen sama Si Belang yang di rumah, lagi apa yah dia,
"katanya.
Belang adalah kucing
liar yang setia pada kami. Cerita awal kami mengenal belang sangat mengenaskan.
Kami menemukannya dalam keadaan luka di bagian perutnya. Dia seperti disiram
air panas entah air aki mobil. Bagian kulit perutnya melepuh hingga
bulu-bulunyapun takada.
Saat itu aku ambil, aku
mandikan dan aku obatin setiap hari pagi, siang, sore. Kami beri makan dan
tempat tinggal di kardus, yang kami simpan di garasi. Sebenarnya, kami juga
dulu sempat kesel sama Si Belang, gara-gara pas abis melahirkan, dia ngotot
ingin anaknya disimpen di lemari baju. Aku mengusirnya dan menyimpannya di
rumah kosong.
Namun saat aku
menemukannya terluka, anak-anaknya tidak ada. Sepertinya dia ngotot ingin masuk
ke rumah orang lain dan menyimpan anaknya di sana. Gara-gara keras kepala itu
akhirnya dia diguyur pakai air panas oleh orang tersebut
kayaknyasih, dan anaknya dibuang. Kasihan sekali dia, kucing yang
ingin mempertahankan hidup anaknya agar terhindar dari dinginnya malam dan
binatang buas, harus mengorbankan dirinya disakiti orang dan dipisahkan dari
anak-anaknya.
Singkat cerita setelah
tiga bulan, lukanya mulai sembuh, bulu-bulunya sudah mulai tumbuh lagi. Kucing
ini jadi dekat sekali dengan anak-anak.
Si Belang, kucing yang
gak pernah rewel, dia mau makan apa saja yang kami makan, tahu, tempe, bakwan,
apa saja dia mau.
Istimewanya Si Belang
itu dia kayak yang mengerti jika kami sedang mengobrol, dia akan memperhatikan
wajah kami dan menatapnya. Dan jika De Khansa pergi main dengan teman-temannya,
dia akan membuntutinya terus seperti pengawal saja.
Belang kucing pinter,
bisa diajak bermain bola, main tali bahkan main petak umpet. saking dekatnya
dengan keluargaku, dia tidak pernah malu untuk membuka pintu jika pintu
ditutup. Dan dia akan menggedor-gedor pintu kalau dikunci. Awalnya kami takut
saat malam-malam ada yang memukul-mukul pintu. ternyata Si Belang,
yang memukul-mukul pintu, rupanya dia kedinginan di luar. Walaupun ada
kardus tempat dia tidur. Dia ingin tidur di dalam rumah saja. Kalau tidak
dibukakan pintunya, dia akan terus memukul-mukul pintu sambil berteriak.
Lama-lama dongkol juga dan berisik, jadi terpaksa kami bukakan. Biasanya dia
langsung ambil posisi tidur di kesed atau di karpet.
Banyak kisah yang telah
belang berikan kepada kami. Suatu hari, saat aku dan anakku terbangun di waktu
subuh, kami mendengar Belang seperti sedang berantem, tapi sendiri. Kami pikir
Belang sedang latihan berantem, karena dia suka begitu. Tapi apa yang terjadi,
saat kami melihatnya keluar, kami melihat Belang sedang berantem dengan seekor
ular kecil. Dan alhamdulillah Belang menang. Dan ular itu jadi santapan pagi Si
Belang.
Belang benar-benar
menjaga rumah kami, coba kalau ular kecil tadi menyusup ke rumah kami dan
mengigit kami, apa tidak membahayakan?
Setiap hari Belang
selalu nongkrong di depan pintu, jadi jika ada kucing lain yang ingin minta
makan, dia suka ngajak berantem dulu.. Dia tidak mau majikannya direbut. Belang
mempunyai rasa cemburu yang tinggi, saat De Khansa mengelus kepala kucing lain,
dia pasti akan segera menyerang kucing itu dan menyuruhnya pergi. Dia tidak mau
kasih sayang kami terbagi kepada kucing lain.
Selain kucing, ada
burung Merpati yang betah di rumah kami, padahal rumah majikannya dekat. Ada
pula ayam yang senang di rumah kami.
Lucunya lagi,
kalau pagi, siang dan sore hari, binatang-binatang itu berisik minta
makan. Mereka seperti tahu jika makan yang sehat adalah 3x sehari. Dan yang membuat
aku heran, merngapa mereka seakan tahu jam waktu makan?
Namun kucingpun ada
kelemahannya, antara lain. dia tidak mengerti bacaan spanduk di rumahku,
padahal yang tertulis adalah Resto tahu Gejrot Ceu Lilis. Tapi
yang kucing-kucing tahu rupanya adalah Rumah Makan Kucing sehingga
saat mereka lapar, mereka datang ke rumahku. ha...ha...ha...
Aku tak pernah melarang
anak-anakku menyukai binatang, kubiarkan mereka berinteraksi dengan binatang,
karena menurut mereka binatang adalah teman di saat mereka sendiri. Tapi karena
kondisi ekonomi kami yang pas-pasan, kami tidak bisa memberikan makanan lebih
selain makanan yang kami makan. Dan alhamdulillahnya setiap binatang liar yang
mampir ke rumah kami tidak pernah rewel kami beri makan apa saja.
Saat anak-anakku berteriak,
"meng, ... meng, ..., meng,... meng,... meng." Pasti kucing di
komplekku yang mendengar suara anak-anakkuku hapal jika De Khansa, Kakak
atau Abang akan memberi makan. Biasanya aku suka menyuruh anak-anakku
mencampur tulang ikan dan ayam dengan nasi, sehingga mereka kenyang
semua.
Sedangkan
jika anak-anakku berteriak, "kur,... kur,...kur,...kur."
Maka yang datang itu pasti ayam-ayam dan merpati. Itu biasanya jika ada sisa
nasi di rumah. Daripada dibuang ke tempat sampah, yah lebih baik diberikan pada
yang lebih membutuhkan.
Malam telah tiba,
kulihat kucing-kucing itu tidur di kursi yang ada di pelataran rumah dinas
kami.
"Pah, emang
biasanya kucing-kucing itu tidur di sini, "Tanyaku.
"Gakpernah,
biasanya cuma lewat doang, "Jawab suamiku.
"Tapi kenapa saat
kita datang, dia jadi betah di sini yah, "Tanyaku lagi.
"Enggak tahu juga,
mungkin instingnya tahu, jika kita suka ngasih makan kucing, "Kata De
Khansa menimpali dari belakang.
Kami biarkan
kucing-kucing itu setiap malam tidur di kursi dan kami beri mereka makan
alakadarnya juga, sesuai yang aku masak. Alhamdulillah kucingnya tidak rewel.
Setelah dua minggu kami
di Bogor, kamipun harus kembali lagi pulang ke Garut. Anak-anak mengelus kepala
kucing itu sebagai tanda perpisahan. Dan ternyata, kini saat kami tidak
ada di rumah itu, kucing-kucing itupun tidak tinggal di rumah lagi. Mungkin dia
tahu jika tak ada yang akan memberinya makan, karena suamiku lebih sering makan
di luar dibandingkan di rumah.
Perjalanan kami pulang
ke Garut, alhamdulillah lancar. Sesampainya di rumah yang anakku cari bukan
makanan, melainkan Si Belang. Tumben dia tidak ada. Biasanya dia langsung
menyambut kami.
"Meng,...
meng,...meng,..., "teriak anak-anakku. Tapi tak datang juga.
Si Belang tidak
ada, sepertinya saat kami pergi ke Bogor, ada yang mengambil atau
membuangnya. Karena aku melihat jumlah kucing di sekitar rumahku tinggal
sedikit. Biasanya satpam suka membuang kucing-kucing yang berkeliaran di
komplek karena banyak yang merasa risih dan suka bau kotoran kucing.
Si Belang benar-benar
tidak ada, anakku yang bontot, De Khansa, sampai menangisinya
sesenggukan. Karena merasa kehilangan. Dia cari-cari hingga keluar kompleks
perumahan, ke pasar dan sepanjang jalan raya dekat rumah. namun semuanya nihil.
Padahal dulu, saat kami
sekeluarga di rawat di Rumah Sakit Guntur gara-gara terpapar Covid-19, Belang
ditinggal hingga dua minggu, tapi dia tetap tidur di dus yang ada di luar dan
bermain-main di rumah.
Kini, semua tinggal
kenangan. Hanya photo-photo kenangan Belang saja yang masih banyak tersimpan di
album photo gawai anakku. Semoga Belang ditempat baru tidak kelaparan dan
mendapat majikan yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar