Pengikut

Kamis, 16 Desember 2021

Dalam Masalah Agama dan Akhirat, Hendaklah Seseorang Melihat ke Atas

 

Sabtu Pagi, seperti biasa aku pergi ke Pantai Losari untuk sekedar nongkrong, menikmati sarapan bubur ayam orang Tasikmalaya  dan indahnya  pantai losari dengan berbagai aktivitas mingguan yang luar biasa padat dan ramai  karena dipenuhi oleh pengunjung dan pedagang mingguan. 

Biasanya kami berada disini hingga dhuhur tiba. Dan kami selalu melaksanakan  sholat dhuhur di Mesjid apungnya yang adem banget. 




Mesjid ini bersih sekali, sehingga siapapun yang berkunjung kesini, akan betah dan nyaman berada di dalamnya. Setelah sholat Dhuhur, kami sesalu menyempatkan belanja kebutuhan pokok ke Pasar Terong. Pasar ini sangat komplit. Walau ukurannya gak terlalu besar tapi lumayanlah, untuk memenuhi kebutuhan pokok kami.

 Aku lebih suka berbelanja ke Pasar tradisional dibandingkan pasar modern. Karena di pasar tradisional selain harganya  relatif murah, juga bisa di tawar, bahkan kadang di kasih bonus sama yang jual. asyik bukan?

Pulang dari Pasar Terong, saat melewati Jalan Petarani, kami suka membeli es kacang merah. Walaupun hanya menggunakan kereta motor saja, tapi pembelinya antri, banyak yang bermobil.
Aku saja heran, mengapa demikian. ayo...kita bongkar rahasia bapak penjual es merah ini.
Tapi sebenarnya bukan  soal jualannya yang laku keras atau rasa es kacang merahnya yang enak yang ingin aku ceritakan. Melainkan, masalah adab dan tatakramanya yang ingin aku bongkar, dan semoga ini bisa jadi suritauladan buat kita semua. 
Bapak setengah baya, dengan perut gendut, melayani pembeli dengan cepat sekali. Katanya dalam sehari dia bisa menghabiskan sekitar 5 bakul es kacang merah. Luar biasa.
Saat sedang asyik melayani pelanggan, tiba-tiba waktu ashar telah tiba. Bapak penjual es itu, mohon ijin kepada pelanggannya untuk melaksanakan sholat ashar, aku terkesima melihat tindakannya. kereeen..... Saat Allah memanggil, dalam kondisi apapun dia segera beranjak dari aktivitasnya.
Para pelanggan mempersilakan bapak penjual es, sholat terlebih dahulu, suamikupun ikut serta. Karena malu juga rasanya, lihat Bapak es kacang merah yang sedang banyak pelanggannya saja, dia tinggalkan. Apalagi kami yang sekedar jalan-jalan.
Sementara itu, aku duduk di trotoar sambil menggendong si kecil yang tidur karena kecapekan. 
Sekitar 20 menit kemudian, bapak penjual es keluar dari mesjid di iringi suamiku. Kemudian bapak penjual es kacang merah melaksanakan aktivitasnya melayani pelanggan. hingga akhirnya giliranku. Kami tidak memakannya di sini. melainkan di rumah. Sesampainya di rumah kami segera mengeksekusi es kacang merah ini...benar-benar enak. Apalagi kondisi sedang haus-hausnya karena seharian jalan-jalan.
Inilah hikmah yang ingin aku sampaikan. Ternyata Allah telah menggariskan tentang rejeki kita tanpa takut diambil orang. Buktinya bapak itu, tanpa ada rasa takut pelanggan pergi atau marah, dia tetap melaksanakan panggilan Illahi Robby. 
Allhamdulillah yaa Allah hari ini engkau telah mempertemukan dan memperlihatkan kepada kami gambaran orang yang soleh yang selalu taat terhadapmu.
Semoga pengalamanku hari ini bisa jadi cambuk dan suritauladan khususnya untukku dan suamiku dan umumnya untuk kita semua.Amiin yra



Dalam Masalah Agama dan Akhirat, Hendaklah Seseorang Melihat ke Atas


Dalam masalah agama, berkebalikan dengan masalah materi dan dunia. Hendaklah seseorang dalam masalah agama dan akhirat selalu memandang orang yang berada di atasnya. Haruslah seseorang memandang bahwa amalan sholeh yang dia lakukan masih kalah jauhnya dibanding para Nabi, shidiqn, syuhada’ dan orang-orang sholeh. 

Para salafush sholeh sangat bersemangat sekali dalam kebaikan, dalam amalan shalat, puasa, sedekah, membaca Al Qur’an, menuntut ilmu dan amalan lainnya. Haruslah setiap orang memiliki cara pandang semacam ini dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri pada Allah,  juga dalam meraih pahala dan surga. Sikap yang benar, hendaklah seseorang berusaha melakukan kebaikan sebagaimana yang salafush sholeh lakukan. Inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.


Dalam masalah berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan surga, Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ 


نَضْرَةَ النَّعِيمِ (24) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (25) خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ


 فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (26)


Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam keni’matan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh keni’matan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 22-26)


Al Qurtubhi mengatakan, “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan shalih.” (At Tadzkiroh Lil Qurtubhi,  hal. 578)


Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman,


فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا


Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)


وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ 


لِلْمُتَّقِينَ


Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)


Inilah yang dilakukan oleh para salafush sholeh, mereka selalu berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dapat dilihat dari perkataan mereka berikut ini yang disebutkan oleh Ibnu Rojab –rahimahullah-. Berikut sebagian perkatan mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan,


إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة


Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.

Wahib bin Al Warid mengatakan,


إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل


Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridho Allah, lakukanlah.

Sebagian salaf mengatakan,


لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك


Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.” (Latho-if Ma’arifhal. 268)

Namun berbeda dengan kebiasaan orang saat ini. Dalam masalah amalan dan pahala malah mereka membiarkan saudaranya mendahuluinya. Contoh gampangnya adalah dalam mencari shaf pertama“Monggo pak, bapak aja yang di depan”, kata sebagian orang yang menyuruh saudaranya menduduki shaf pertama. Padahal shaf pertama adalah sebaik-baik shaf bagi laki-laki dan memiliki keutamaan yang luar biasa. Seandainya seseorang mengetahui keutamaannya, tentu dia akan saling berundi dengan saudaranya untuk memperebutkan shaf pertama dalam shalat, bukan malah menyerahkan shaf yang utama tersebut pada orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا


 أَوَّلُهَا


Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf pertama, sedangkan yang paling jelek bagi laki-laki adalah shaf terakhir. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah shaf terakhir, sedangkan yang paling jelek bagi wanita adalah shaf pertama.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,


لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا 


عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا


Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mari kita saling berlomba dalam meraih surga dan pahala di sisi Allah!


Kekayaan Paling Hakiki adalah Kekayaan Hati


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita melihat kepada orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia agar kita menjadi orang yang bersyukur dan qana’ah yaitu selalu merasa cukup dengan nikmat yang Allah berikan, juga tidak hasad (dengki) dan tidak iri pada orang lain. Karena ketahuilah bahwa kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati yaitu hati yang selalu merasa cukup dengan karunia yang diberikan oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ


Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bukhari membawakan hadits ini dalam Bab “Kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan hati (hati yang selalu merasa cukup).”


Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,


قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ


Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)

Seandainya seseorang mengetahui kenikmatan yang seolah-olah dia mendapatkan dunia seluruhnya, tentu betul-betul dia akan mensyukurinya dan selalu merasa qona’ah (berkecukupan). Kenikmatan tersebut adalah kenikmatan memperoleh makanan untuk hari yang dia jalani saat ini, kenikmatan tempat tinggal dan kenikmatan kesehatan badan.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه 


فكأنما حيزت له الدنيا


Barangsiapa di antara kalian merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan badan, dan diberi makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dia telah memiliki dunia seluruhnya.” (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)


Oleh karena itu, banyak berdo’alah pada Allah agar selalu diberi kecukupan. Do’a yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah do’a:


اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى


“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina) (HR. Muslim)

An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang 


tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.” (Syarh Muslim, 17/41)


Ya Allah, berikanlah pada kami sifat ‘afaf dan ghina. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin.

Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

fiorentia viviane lesmana