Pengikut

Rabu, 01 Juni 2022

Sepenggal Kisah Sepiring Pepaya

Sepenggal Kisah  Sepiring Pepaya

oleh Lilis Ernawati



Sepiring  pepaya tanpa dosa tiba-tiba menjadi santapan kakak dikala dahaga. Tanpa ampun kakak melahapnya saat panas mendera. Tak bisa kupercaya sepiring pepaya yang luar biasa merahnya dalam sekejap mata hilang dari pandanganku.

"mamaaaaaaah,... pepaya dimakan kakak, ... mamaaaaaaaaah, " teriakku.

Kumenangis meraung-raung, kesal luar biasa. Namun aku tak berdaya karena kakak langsung pergi begitu saja tanpa dosa. Sebutir pepaya yang di ambil dari kebun oma, dengan susah payah kukupas dan kupisahkan dari biji-bijinya. Namun kini telah hilang dari pandangan mata.

Aku hanya bisa menelan air ludah saja, inilah nasib seorang adik. Selalu kalah sama kakaknya. Andaipun harus melawan, aku tak berani. Karena kakak lebih galak dariku.

Mamah datang menghampiriku, dia langsung memelukku agar aku merasa tenang. Kupeluk mamah dengan erat  sambil melaporkan kejadian yang baru saja dilakukan oleh kakak. Mamah tersenyum sambil berkata, "Gakusah nangis sayang karena masih ada pepaya yang lebih matang lagi di belakang, "bujuk Mamah kepadaku.

Aku berlari ke belakang, sambil menghapus air mataku yang terurai. Terlihat sebutir pepaya yang lebih matang dari yang tadi aku kupas dan bersihkan. Aku senang sekali. Mulutku terbuka lebar sambil tertawa bahagia.

"Mamah, pepayanya besar dan merah yah, boleh gak buat aku semua?, "tanyaku. Mamah  hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya saja.



Kuambil pisau dan kukupas pepaya dengan hati-hati. Karena sayang jika daging pepaya yang merah terbuang percuma. Kubuang biji pepaya tadi ke dalam plastik yang ada biji pepaya sebelumnya. Namun saat biji tersebut akan dibuang ke tempat sampah, mamah tiba-tiba berteriak, "Jangan dibuang bijinya dek, itu bermanfaat lho buat menghitamkan rambut."

"Masa sih mah?, "tanyaku.

"Iya, sekarang kita jemurin dulu sampe kering, "kata ibu sambil mengambil biji pepaya dan dijemurnya menggunakan tampah yang terbuat dari bambu.

Setelah menjemur biji pepaya, aku kembali menghampiri pepaya yang telah dipotong-potong dan melahapnya dengan riang gembira, sambil bercanda dengan ibu.

Sorepun menjelang, kuangkat biji pepaya yang sudah terlihat keliput dan mengering.


Biji pepaya itu kemudian ditumbuk oleh ibu hingga halus, setelah itu diberi sedikit minyak kletik (minyak kelapa asli) yang biasa dibuat sendiri oleh ibu dari kelapa tua yang diparut  kemudian diambil santannya dan dimasak hingga keluar minyaknya.

Setelah ramuan biji pepaya jadi, kemudian dioleskan pada rambut serta alisku, katanya biar bagus warnanya. Aku menurut saja, karena ibupun menggunakannya, pasti ibu tidak bohong, itu pasti resep tradisional yang diajarkan oleh nenekku pada ibu.





5 komentar:

  1. Iya...emang kakak suka begitu, menindas adik, kalopun baik ada maunya...untung saya gakpunya kakak ha...ha...

    BalasHapus
  2. kok mengharukan ya si adik, kayak aku jadi adik apa2 selalu belakangan

    BalasHapus

fiorentia viviane lesmana