Pengikut

Kamis, 09 Juni 2022

Lomba Menulis Satu Guru

 




MENULIS ITU MENGASYIKAN

s.id/kanal satuguru

 

Rencana Tuhan Takada yang Tahu

 

Menulis itu mengasyikkan.

Itu yang diungkapkan oleh mereka yang sudah cinta menulis dan terbiasa berasyik masyuk dengan tulisan serta mengetahui manfaat menulis

Menulis itu mengasyikkan?

Benarkah?

Itu yang menjadi pertanyaan sekelompok orang yang merasa jika menulis itu merupakan pekerjaan yang membebani. Karena mereka sebagian besar merasa bingung tentang apa yang harus mereka tulis di awal tulisannya.

Menulis adalah aktivitas yang asyik jika sudah mengerti caranya. Tapi menakutkan bagi yang belum biasa. Apalagi bagi anak sekolahan, mahasiswa bahkan guru sekalipun kadang menulis itu menjadi beban tersendiri.

Bagiku menulis adalah obat dikala sedih, senang, galau dan merana,  writing is healing. Karena melalui tulisan aku bisa mengungkapkan semua cerita hidupku. Dan karena tulisan aku bisa meninggalkan jejak masa laluku yang mungkin bagiku biasa saja akan tetapi bagi orang lain luar biasa.

Aku akan buktikan jika menulis itu mengasyikkan, karena saking asyiknya aku bisa menyelesaikan naskahku hanya dengan sekali duduk saja. Kuawali kata-kata awal dengan latar suasana dan waktu.

Kubuka lembaran lama, saat aku terpuruk dalam duka dan nestafa. Ini merupakan langkah awal aku memutuskan menjadi seorang guru.

Saat itu, anakku, bidadari kecilku yang baru berusia 18 hari, tiba-tiba batuk. Anakku yang ketiga ini lahir normal dengan berat badan 3,3kg dan panjang badan 52cm. Dia berkulit putih, dengan mata sipit dan muka bulat, persis seperti nenek mertuaku. Selama kehamilannya,  aku bisa melaksanakan semua aktivitasku tanpa gangguan, baik itu kegiatan di kantor suamiku, ibadahku bahkan puasakupun full 1 bulan.

Bidadari kecilku belum sempat di vaksin 7 hari karena bidannya sedang sibuk kuliah di Tasikmalaya. Sementara daerah kami saat itu masih jarang tenaga medis selain satu bidan desa dan tenaga kesehatan di kantor suami. Aku terpaksa menunggunya. Karena aku pikir ke kota Garut lumayan jauh. Saat tenaga kesehatan ke rumah,  tepatnya hari kamis mereka bilang batuk biasa saja. Sehingga aku tidak khawatir.

Hari Kamis 5 April  2007, kompi suamiku harus berjaga di batalyon. Namun, malam itu mati lampu. Udara di ksatriaan 303 cukup dingin, apalagi jika kami tidur tanpa lampu penghangat ruangan. Karena mati lampu, takada lampu penghangat ruangan selain lilin. Kuselimuti anakku dengan selimut dua lapis. Dia diam saja, seperti tertidur nyenyak. Tapi aku heran, dia tidak meminta asi. Padahal biasanya dia cepat lapar. Diluar suara burung malam bersahutan, menambah seramnya malam ini, apalagi ini malam jumat. Horror banget rasanya.

Anak-anakku Gita, Sutan dan si kecil Dede Faiqa tertidur pulas. Kantukpun menyerangku, dan tak terasa, mataku mulai tertutup. Tidur dengan nyenyak.

Pagipun tiba. Aku heran, anakku yang kecil tak bersuara, kakinya sudah lemas saat suamiku pulang. Aku minta suamiku memanggil orang kesehatan dan MakYayah, paraji yang biasa membantu melahirkan. Saat MakYayah datang, beliau kaget. Dan meminta segera dibawa ke rumah sakit. Saat anakku kugendong, tiba-tiba badannya melintir seperti pakaian yang diperas mau dijemur,  dan berwarna biru. Aku berteriak histeris, karena takut terjadi sesuatu pada anakku.

Ambulanpun tiba. Kami berangkat ke rumahsakit Guntur yang jaraknya -/+ 45km. Sesampai di rumahsakit, Dede Faiqa segera ditangani. Dan saat siang tiba, dokter bilang jika masa kritisnya sudah lewat. Aku sedikit lega. Akupun segera mandi, karena daripagi belum mandi. Setelah mandi, dokter bilang Defaiqa bisa dipindahkan keruangan bayi. Sesampai di sana, DeFaiqa kembali melintir badannya, biru seluruh badannya. Aku berlari terbirit-birit menuju ruang UGD, tak kuhiraukan sakit bekas melahirkanku. Suamiku sedang membeli perlengkapan ke supermarket.

DeFaiqa kembali dibawa keruang bayi, disiapkan alat pemacu jantung, kemudian disuntik antibiotic. Kasian sekali, anakku yang gemoy harus sudah mendapat suntikkan dan bantuan pemicu jantung. Namun Allah telah menuliskan takdirnya. Gadis kecilku dalam dekapanku melepaskan ruhnya. Kulihat ada warna biru dibalik kulitnya yang putih, berjalan mulai dari kaki terus menuju ke atas, dan…anakku, … bidadariku,…gadis kecilku,…pergi untuk selamanya. Aku hanya diam, sementara suamiku terus mengaji sambil meneteskan airmata.

Hanya 20 hari aku bisa menikmati kebahagian bersama gadis kecilku yang kini telah terbaring dalam pangkuan illahi robby di tanggal 6 April 2007, sehari sebelum ulangtahun bapaknya. Kepedihanku telah mengakibatkan mentalku sakit. Jiwaku sakit. Ragaku sakit. Sebulan aku tidak bisa berbicara. Dan didiagnosis terkena leukimia. Selama tiga bulan, aku mengkonsumsi obat leukimia sehari  33 butir, 11 pagi, 11 siang dan 11 malam. Dan dua minggu sekali aku harus kontrol ke Rs Dustira Bandung.

Hingga suatu hari datanglah temanku dan mengajak kuliah, agar aku tidak bersedih terus. Awalnya aku ragu. Karena kegiatan suami yang begitu padat, kondisiku yang sakit dan anak-anakku yang butuh perhatian. Belum lagi ijin dari suamiku, pasti sulit. Karena dia pasti khawatirkan kondisiku. Aku masih ingat, saat itu bulan Juni 2007, aku mulai masuk kuliah. Tak pernah kupikir jurusan yang ingin kuambil. Aku hanya mengikuti temanku,  Ibu Lilis Misgiyono, ternyata dia kuliah jurusan Bahasa Indonesia. Aku berusaha mengikuti kegiatan perkuliahan dengan serius. Walaupun suamiku sering melarangku setiap akan berangkat kuliah. Bukan karena tidak mau aku maju, akan tetapi suamiku takut aku dijauhi teman-teman atau kecapean karena kuliah, sehingga sakitku semakin parah.

Bulan Oktober 2007  aku ditawari untuk mengajar di salah satu MTs di Cigedug, Mts Daruttaqwa namanya. Aku terima saja padahal saat itu sekolah tersebut baru berdiri. Dan guru-gurunya kadang diberi honor kadang tidak, karena sekolah ini, sebagian siswanya dari golongan kurang mampu sehingga kami mengajar benar-benar ikhlas beramal. Waktu terus berlalu, kesibukanku telah membuatku lebih bisa menguasai diri dan mengikhlaskan kepergian anakku. Kujalani perkuliahan dari tahun 2007 hingga 2010. Aku bisa menyelesaikan kuliah dengan cepat, walaupun awalnya tertinggal. Dan di tahun 2010 Desember, aku bisa daftar untuk mengikuti penataran PPG. Dan Alhamdulillah tahun 2011, aku bisa ikut PPG, tepatnya bulan September 2011. Namun saat itu aku baru memiliki bayi,  yang berusia 3 bulan. Dan dengan terpaksa, PPG kujalani dengan membawa bayi kecilku dan pengasuhnya. Alhamdulillah 2 minggu PPG dijalani dengan lancar.

Namun, masalah timbul, saat yang lain cair sertifikasinya, punyaku tidak,  hingga 3 tahun lamanya. Berulang kali kutanya ke Depag, tapi jawabannya sabar dan sabar saja. Hingga akhirnya aku terpaksa berangkat sendiri ke Jakarta untuk mengurusnya. Dan hanya seminggu setelah itu sertifikasiku cair, hanya gara-gara NUPTK kurang satu angka saja. Aku bersyukur bisa menikmatinya, taklupa kuberbagi pada teman-teman di sekolah dan saudara=saudaraku.

Ternyata, kepergian anakku, menjadi perubahan jalan hidupku, yang awalnya tak pernah terbersit sedikitpun untuk bisa menjadi guru karena kegiatan kantor suamiku yang padat, ternyata Allah tunjukkan jalan lain untukku berbagi ilmu dan pengetahuan. Alhamdulillah terimakasih Ya Allah, terimakasih Ibu, bapak, ibu mertuaku (almarhumah}, suamiku sayang, anak-anakku, adik-adikku dan semua yang telah mendukungku dan menyemangatiku dari keterpurukan hingga bangkit kembali.

 

Selayang Pandang

 

Lilis Ernawati,  Lahir di Kuningan 3 Desember 1976. Pendidikan TK, SD,SMP dan SMEA di kota Kuningan.Kuliah S1 di STKIP Garut jurusan PBSI lulus 2010 dan  2018 melanjutkan kembali S2 di IPI Garut, lulus 2020 jurusan PBSI. Pertama kali mengajar di MTs Daarut Taqwa Cigedug Garut, lalu pindah ke MA Miftahul Anwar dan dosen di STAIDA Garut. Domisili di Garut dan sedang menggeluti hobi menulis dengan bergabung di grup menulis KPPJB Jabar, PGRI AISEI dan AGBSI. Buku sudah 10 buku antologi dihasilkan dan 2 buku solo dalam proses.

    Lomba yang pernah diikuti adalah Juara dua ngeblog cerpen “Rumahku Istanaku” dan Juara 1 ngeblog bersama AISEI cerpen “Kasih Sayang Guru Terhadap Anaknya”,  juara Harapan di TBM Kinanthi cerpen “Panggil Dia Ibu” serta juara harapan di lomba menulis blog  “Penamrbams.” Dan sekarang aktif menjadi moderator di kelas online yang diadakan oleh PGRI di bawah naungan Bapak Wijayakusuma.        Email. Ernawatililis433@gmail.com,

blog https://guruuningabersamabulieze.blogspot.com

http://lilisernawati083124.gurusiana.id/

WA. 089695353202.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

fiorentia viviane lesmana